Top 3: PNS Tak Dibutuhkan Lagi 10 Tahun ke Depan

Berikut ini tiga artikel terpopuler di kanal bisnis Liputan6.com pada Sabtu 10 Oktober 2020.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Okt 2020, 08:00 WIB
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta melakukan tugas dinasnya di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Penerapan work from home (WFH) selama masa pandemi Covid-19 telah banyak mengubah cara kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Saat ini banyak inovasi yang terlahir saat bekerja di rumah.

Merujuk pada situasi tersebut, bukan tidak mungkin beberapa profesi nantinya bakal tergantikan dengan inovasi teknologi. Hal itu bisa saja turut terjadi pada PNS.

Kemungkinan jika PNS nantinya tidak akan lagi menjadi full time job, dan posisinya tergantikan oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Artikel mengenai PNS tersebut menjadi salah satu artikel yang banyak dibaca. Selain itu masih ada beberapa artikel lain yang layak untuk disimak.

Lengkapnya, berikut ini tiga artikel terpopuler di kanal bisnis Liputan6.com pada Sabtu 10 Oktober 2020:

1. Kepala BKN: Mungkin PNS Tak Dibutuhkan Lagi 10 Tahun ke Depan

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, penerapan work from home (WFH) selamat masa pandemi Covid-19 telah banyak merubah cara kerja PNS. Menurut dia, saat ini juga banyak inovasi yang terlahir saat bekerja di rumah.

"Tempat bekerja kita juga akan berubah. Proses bisnis kita akan berubah. Saya justru menyukai WFH itu karena dengan begitu inovasi berjalan dengan cepat," kata Bima dalam sesi webinar, Jumat (9/10/2020).

Merujuk pada situasi tersebut, ia pun tak menyangkal jika posisi beberapa profesi nantinya bakal tergantikan dengan inovasi teknologi. Hal itu disebutnya bisa saja turut terjadi pada PNS.

Simak berita selengkapnya di sini

 

2 dari 3 halaman

2. Penelitian: 55 Persen Anggota DPR Pengusaha, Potensi Konflik Kepentingan Besar

Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Belakangan, masyarakat menyuarakan ketidakpuasannya terhadap kebijakan dan regulasi pemerintah yang dianggap kontroversial dan tidak pro-rakyat. Mereka menganggap, undang-undang yang disusun pemerintah beserta DPR hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, utamanya para pemilik modal di Tanah Air.

Para pebisnis dinilai sengaja menduduki kursi parlemen agar memiliki pengaruh dalam penyusunan kebijakan bersama pemerintah. Benarkah faktanya demikian?

Penelitian Marepus Corner bertajuk 'Peta Pebisnis di Parlemen: Potret Oligarki di Indonesia' menemukan, sebanyak 55 persen anggota DPR merupakan pengusaha yang tersebar di berbagai sektor.

Simak berita selengkapnya di sini

 

3 dari 3 halaman

3. Moeldoko Bela UU Cipta Kerja, Koperasi dan UMKM Diuntungkan

Kepala Staf Presiden Moeldoko saat wawancara dengan KLY di Jakarta, Rabu (16/1). Dalam wawancara tersebut Moeldoko memaparkan kinerja kerja pemerintahan Jokowi-JK hingga saat ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja memberikan banyak keuntungan bagi para pelaku usaha koperasi dan UMKM. Undang-Undang yang disahkan di awal minggu ini banyak memberikan kemudahan salah satunya perizinan dalam memulai usaha.

"Di luar banyak yang diperdebatakan (UU Cipta Kerja), banyak hal penting bagi pelaku usaha termasuk koperasi dan UMKM," kata Moeldoko dalam High Level Seminar: Peran Serta Pengusaha Nahdliyyin dalam Revitalisasi Ekonomi Nasional, Jakarta, Jumat (9/10/2020).

Selain kemudahan dalam perizinan, UU Cipta Kerja dinilai memberikan dukungan terpadu bagi pengembangan kluster dunia usaha, aspek produksi infrastruktur, dan pemasaran secara digitalisasi. Termasuk juga pemberian berbagai insentif dari pajak, proses ekspor-impor dan jaminan kredit pada pembiayaan.

Simak berita selengkapnya di sini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya