Lebih dari 500 Anak di Jateng Terinfeksi Covid-19, Kok Bisa?

Mereka kemungkinan justru menjadi asymptomatis yakni telah terpapar COVID-19

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Sep 2020, 10:00 WIB
ilustrasi virus corona covid-19 copyright by diy13 (Shutterstock)

Liputan6.com, Semarang - Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Jawa Tengah mengajak masyarakat untuk berperan aktif melindungi anak-anak dari paparan COVID-19 yang sudah menginfeksi 500 lebih anak di provinsi itu.

"Jumlah anak di Jateng yang terpapar COVID-19 sebanyak 538 anak yang terdiri dari 222 anak perempuan dan 316 anak laki-laki berusia 0-11 tahun," kata Ketua Tim Ahli Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Jawa Tengah dokter Anung Sugihantono pada seminar secara daring dengan tema 'Peran Media dalam Mempromosikan Program Kesejahteraan dan Perlindungan Anak di Masa Pandemi: Anak-anak Dalam Pusaran Klaster Keluarga COVID-19' di Semarang, Jumat.

Menurut dia, data tersebut berdasarkan sistem pelaporan yang diakses di coronajateng.co.id pada Kamis (17/9) pada pukul 11.00 WIB.

"Orang tua harus mengajarkan anaknya mengenai penerapan protokol kesehatan seperti yang termudah mencuci tangan dan memakai masker setiap saat," ujarnya, dikutip Antara.

Setya Dipayana, dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan bahwa anak memiliki kekebalan tubuh atau imunitas yang bagus.

"Karena imunitasnya bagus, mereka kemungkinan justru menjadi asymptomatis yakni telah terpapar COVID-19, namun tidak menimbulkan gejala apa-apa karena mereka kebal," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Perlakukan untuk Anak Terpapar Covid-19

Anak-anak memakai masker di RW 11, Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta, Jumat (18/9/2020). Di masa pandemi COVID-19, TNI dan Polri bersinergi mengimbau warga untuk mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker saat beraktivitas di luar rumah. (merdeka.com/Imam Buhori)

Akan tetapi, lanjut dia, ketika mereka berdekatan dengan orang yang kekebalannya menurun atau orang tua, maka mereka menjadi penular atau bisa disebut penyebar super (super spreader).

"Anak-anak jadi carrier, dia bisa menyebarkan ke mana pun tanpa terdeteksi, namun keluarga sekarang sering bilang anaknya tidak usah dicek karena merasa kasihan. Padahal kita tahu, ia bisa menjadi penyebar. Oleh karena itu kita semua harus sadar dengan membuat adaptasi kepada kebiasaan baru bagaimana agar penularan itu tidak terjadi," ujarnya.

Sementara itu, psikolog dari Universitas Katolik Soegijapranata, Kuriake Kharismawan, yang juga menjadi sukarelawan penanganan COVID-19 bagi pasien positif di Rumah Dinas Wali Kota Semarang menjelaskan bahwa jumlah anak yang terpapar corona terus meningkat.

"Pagi tadi ada 16 anak, Rabu lalu bahkan ada yang melarikan diri, untung segera kami temukan lagi. Yang pasti, sifat anak-anak itu adalah ingin bermain dan pergi ke mana-mana. Itu adalah karakter khas anak di masa puber. Selain itu mereka selalu ingin tantangan," katanya.

Selain itu, Kuriake juga melihat stigma pasien COVID-19 yang justru membuat yang bersangkutan menjadi tersudut.

"Kami ingini masyarakat tidak memberi stigma negatif. Jangan dijauhi, bila mereka dinyatakan sembuh, berarti itu memang sembuh," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya