Cerita Akhir Pekan: Menjadi Traveler Bertanggung Jawab

Ada beragam hal di balik pentingnya seorang traveler yang bertanggung jawab. Apa saja?

oleh Putu Elmira diperbarui 06 Sep 2020, 10:00 WIB
Ilustrasi travel (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 membuat berbagai hal harus beradaptasi dengan kebiasaan baru, baik dari segi kesehatan juga kebersihan. Termasuk sektor pariwisata Indonesia yang terdampak luar biasa dan tengah berupaya keras untuk kembali terbangun dari masa krisis.

Beragam pihak kini saling bahu membahu guna menggenjot geliat wisata Nusantara. Di sisi lain, traveler yang bertanggung jawab atau responsible traveler, turut memiliki peran penting dalam kebangkitan wisata, terlebih di era new normal seperti saat ini.

Pakar Kreatif Strategi Pariwisata Taufan Rahmadi, menyampaikan pariwisata kini tidak dapat berbasis pada angka, namun telah berbicara mengenai kualitas, from quantity to quality tourism. Selaras dengan itu, quality tourism salah satunya adalah responsible traveler.

"Responsible traveler punya spirit ketika ditumbuhkan bagi wisatawan yang bertanggung jawab, yang tidak hanya berpikir happy-happy di tempat wisata, tetapi juga responsible," kata Taufan saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 3 September 2020.

Lantas, seperti apakah seorang traveler yang bertanggung jawab? Taufan melanjutkan, traveler harus memahami ketika berwisata terdapat entitas, sosial, engagement dengan budaya, serta nilai-nilai spiritual harus diperhatikan.

Mereka adalah wisatawan yang memerhatikan lingkungannya, yang ketika berwisata berada dalam koridor-koridor menghargai nilai-nilai spiritual yang ada di tempat wisata itu. Begitu pula dengan berpikir menjaga budaya di sana.

"Berpikir bagaimana caranya menjaga kesehatan, kebersihan, ada sharing responsibility terkait itu. Dia memberikan edukasi bukan saja membuat selebrasi, edukasi memberi contoh sebagai wisatawan yang baik," lanjutnya.

Jika diperluas, penulis buku Protokol Destinasi ini, menyebut responsible traveler adalah bagian dari standar yang harus dilakukan di sebuah destinasi saat ini. Dikatakan Taufan, World Tourism Organization (UNWTO) menegaskan, selain bicara soal travel tomorrow, juga bicara mengenai responsible traveler.

"Responsible traveler adalah bagian dari cara pariwisata new normal di dalam menerapkan apa-apa yang selama ini dikhawatirkan, baik bagi pelaku wisata atau wisatawan," lanjutnya.

"Dalam implementasinya dalam destinasi kita bisa lihat sekarang, wisatawan ketika datang di situasi pandemi, dia harus tahu benar situasinya di sana, tidak ada merasa takut, merasa aman datang karena destinasi itu dianggap telah melakukan protokol new normal. Gimana merasa nyaman dan yakin standar new normal sudah dilakukan di destinasi adalah sertifikasi," jelas Taufan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pentingnya Sertifikasi

Ilustrasi travel (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Adapun sertifikasi new normal tersebut ada seperti di hotel, airport, juga soal kebersihan, hingga makanan sehat. Dikatakan Taufan, dengan demikian, rasa aman dapat tercipta, jaminan dengan pengakuan sertifikasi ada, lantas terjadi sharing responsibility.

"Kita sebagai pengelola destinasi mengelola dengan cara sesuai standar karena mereka harus rapid test atau swab, mereka datang dengan kondisi clear, aman. Wisatawan ketika datang ke destinasi kita juga merasa nyaman karena melihat sertifikasi itu," katanya.

Taufan menambahkan, jika pariwisata ingin restart dengan cepat, responsible traveler sangat tergantung dari dari bagaimana fase-fase dari new normal dilakukan oleh sebuah negara atau destinasi. "Jangan sampai fase-fase itu ditinggalkan," katanya.

"Misalnya, ketika sebuah destinasi mengatakan akan restart tourism mulai bangkit pariwisatanya bukan recovery, restart baru bicara coba kembali buka di objek wisata lokalnya pelan-pelan, trial," tambahnya.

Dilanjutkan Taufan, dalam masa trial itu benar-benar dilihat, diverifikasi, dan divalidasi personalisasi pelayanan harus jelas. Lalu, bagaimana standardisasi pelayanannya sesuai atau tidak dengan standar new normal.

"Ketiga, kalau ada hal-hal yang menyesuaikan dengan kondisi objek wisata sudah di-customize menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Restart adalah titik kritis dari sebuah destinasi untuk menentukan apakah mereka siap menuju recovery lalu reopen untuk menerima wisatawan mancanegara," lanjutnya.

"Jangan sampai nanti saat restart buru-buru mengatakan restart lalu terjadi klaster baru di destinasi itu, recovery akan semakin lama. Bicara pariwisata, bicara basis dari tentang keputusan masyarakat sadar akan pandemi kebersihan dan kesehatan tidak bisa main-main, masker wajib digunakan karena kita tidak pernah tahu kapan pandemi akan selesai," terangnya.

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya