Negara ASEAN Berlomba Beri Insentif Demi Tarik Investasi, Bagaimana dengan RI?

Pemerintah tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia saat ini tengah berkompetisi dengan negara-negara berkembang khususnya dalam konteks menarik investasi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 04 Agu 2020, 18:45 WIB
lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Insentif fiskal merupakan salah satu instrumen yang digunakan sejumlah negara untuk menarik investasi. Itu sebabnya, di tengah tren penurunan realisasi investasi global akibat pandemi COVID-19, pemberian insentif fiskal masih perlu dilakukan dan bahkan ditingkatkan agar dapat bersaing dengan negara-negara lain.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, meskipun pemberian insentif fiskal agak bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk melebarkan basis pajak dan meningkatkan rasio perpajakan alias tax ratio, namun hal ini harus dilakukan untuk bisa bersaing dengan negara berkembang lain dalam menarik investasi ke Indonesia.

Pemerintah tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia saat ini tengah berkompetisi dengan negara-negara berkembang khususnya dalam konteks menarik investasi.

"Investasi yang membuat perekonomian bergerak dan menghasilkan lapangan kerja baru," ujar Febrio, dikutip Selasa (4/8/2020).

Tak bisa dipungkiri tax ratio berpotensi menurun akibat pemberian insentif fiskal dalam rangka menarik investasi. Meski demikian, pemberian insentif fiskal akan mendorong masuknya investasi yang dapat membawa lapangan pekerjaan baru yang pada gilirannya akan meningkatkan basis pajak dan tax ratio dalam jangka panjang.

Vietnam, misalnya, memberikan insentif perpajakan yang sangat agresif. Begitu pula dengan negara di Asia Tenggara lainnya seperti Thailand dan Filipina.

Banyak negara berlomba-lomba memberikan insentif fiskal sebagai pemanis untuk menarik investor asing agar mau berinvestasi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Fase Pemulihan Ekonomi

Pandangan udara permukiman warga dan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berbagai sektor di Jakarya yang anjlok akibat Covid-19 antara lain listrik dan gas, perdagangan, pendidikan serta industri olahan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Partner of Tax Research and Training Services DDTC Bawono Kristiaji mengamini, dalam fase pemulihan ekonomi, otoritas pajak secara global berlomba-lomba memberikan insentif pajak. Di tengah kompetisi tersebut, insentif pajak perlu diberikan dengan lebih tepat sasaran.

Menurut Bawono, korporasi membutuhkan insentif yang berbeda dalam setiap fase pemulihan ekonomi. Karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali jenis insentif, kriteria yang dapat memanfaatkan, durasi insentif, dampak dan efektivitas, serta administrasinya.

“Pemberian insentif tidak bisa bersifat permanen dan disamakan dalam waktu lima tahun mendatang,” ujar Bawono.

Seperti diketahui, realisasi investasi pada kuartal kedua tahun ini menurun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang juga disebabkan oleh pandemi COVID-19.

 

3 dari 3 halaman

Kejar Investor

Sejumlah konsumen menunggu di kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/10/2015). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan komitmen pemerintah demi memberikan pelayanan prima dan cepat kepada investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam konferensi pers Rabu (22/7) lalu, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, BKPM akan terus mengejar investor yang telah menyatakan komitmen untuk menanamkan modal di Indonesia.

Bahlil mengatakan BKPM akan fokus membantu investor mengurus berbagai hal yang dibutuhkan seperti perizinan dari daerah hingga pusat dengan catatan investor tersebut benar-benar serius menanamkan modal di Indonesia.

"Investor yang bawa modal, bawa teknologi, izinnya kami bantu,” katanya.

BKPM juga berkomitmen untuk memfasilitasi permintaan investor jika mereka serius merealisasikan komitmennya, termasuk mengenai permintaan insentif fiskal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya