Usai Restrukturisasi Kredit, Pengusaha Butuh Stimulus Modal Kerja Rp 303 Triliun

Usulan stimulus modal kerja diberikan setelah para pengusaha melakukan restrukturisasi kredit.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jul 2020, 12:45 WIB
Pandangan udara permukiman warga dan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berbagai sektor di Jakarya yang anjlok akibat Covid-19 antara lain listrik dan gas, perdagangan, pendidikan serta industri olahan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha membutuhkan stimulus modal kerja sebesar Rp 303,76 triliun. Stimulus ini diperlukan untuk membuka kembali aktivitas perekonomian dalam 6 bulan.

"Ini gambaran kebutuhan modal kerja selama 6 bulan," kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Roeslan Roslani mengatakan dalam diskusi INDEF bertajuk Mempercepat Geliat Sektor Riil dalam mendukung Pemulihan Ekonomi: Peranan BUMN dalam mendukung pemulihan Ekonomi, Jakarta, Selasa (28/7/2020).

Dari jumlah kebutuhan modal kerja tersebut, Roeslan usulan modal kerja yang diajukan para asosiasi perusahaan selama 6 bulan. Dia merincikan perusahaan sektor tekstil membutuhkan dana Rp 141,5 triliun. Sektor makanan dan minuman sebesar Rp 100 triliun. Sektor alas kaki sebesar Rp 40,5 triliun. Sektor hotel dan restoran sebesar Rp 21,3 triliun.

Modal kerja untuk sektor elektronik dan alat-alat listrik rumah tangga sebesar Rp 407 miliar. Sementara itu di luar hitungan tersebut, dia memperkirakan sektor UMKM membutuhkan modal kerja sebesar Rp 125 triliun.

 

2 dari 4 halaman

Usai Restrukturisasi Kredit

Pandangan udara permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Roeslan menambahkan, usulan modal kerja tersebut diberikan setelah para pengusaha melakukan restrukturisasi kredit. Pihaknya juga sudah melakukan pengajuan kredit untuk memberikan modal kerja baru. Hanya saja dia melihat sektor perbankan masih ragu memberikan kredit.

"Kita usulkan modal kerja ini, dari perbankan masih ragu," kata dia.

Keraguan ini bukan karena perbankan tidak memiliki likuiditas. Sebaliknya kredit modal sulit didapat karena terhalang oleh penjaminan dari risiko kredit.

 

3 dari 4 halaman

Penjaminan Kredit

Pandangan udara permukiman warga dan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berbagai sektor di Jakarya yang anjlok akibat Covid-19 antara lain listrik dan gas, perdagangan, pendidikan serta industri olahan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dalam hal ini Roeslan ingin pemerintah hadir untuk memberikan penjaminan kredit hingga 80 persen. Sehingga perbankan hanya menanggung penjaminan kredit 20 persen.

"Pemerintah cukup memberikan jaminan untuk risiko kredit mereka sampai 80 persen, baik jaminan langsung oleh pemerintah Askrindo atau Jamkrindo sehingga mereka yakin," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Bukan ke Bank

Pandangan udara permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sehingga seharusnya pemerintah bukan memberikan bantuan likuiditas kepada perbankan. Melainkan memberikan penjaminan dalam realisasi pelaksanaan kredit dari perbankan.

"Ini yang kita harapkan, penjaminan ini penting dalam mendorong pelaksanaan kredit dari perbankan," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya