Relokasi Industri Jadi Peluang Investasi Pasca Pandemi Covid-19

Meski dalam situasi krisis yang tidak menentu, Indonesia dinilai masih memiliki peluang dari relokasi industri pasca covid-19

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Jul 2020, 12:40 WIB
Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani (tengah) saat menggelar konferensi pers terkait rencana Aksi 2 Desember di Jakarta, Selasa (29/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Meski dalam situasi krisis yang tidak menentu, Indonesia dinilai masih memiliki peluang dari relokasi industri pasca covid-19. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Rosan Roeslani dalam Kajian Tengah Tahun INDEF, Selasa (28/7/2020).

Menyambut hal ini, Rosan mengatakan pemerintah telah mempersiapkan kawasan industri Batang dan Brebes yang terletak di Jawa Tengah. Dalam paparannya, ia menyebutkan sebanyak 17 perusahan telah menyatakan berniat untuk melakukan relokasi pabrik dari China.

“Kurang lebih ada 1000 perusahaan yang akan keluar ari Cina, Eropa juga banyak yang akan keluar. Jepang juga malah memberikan insentif lebih kepada perusahaannya di Jepang untuk keluar dari China. Dan mereka tentunya melirik negara-negara ASEAN, Bangladesh, India,” kata dia.

Rosan menambahkan, Indonesia harus segera mengejar ketertinggalan dari negara lain di Asia khususnya. Ini karena beberapa kali investor asing lolos dari Indonesia dan memilih negara lain, seperti Thailand Vietnam, dan Malaysia. Menurutnya, salah satu faktornya adalah regulasi.

“Kita harus banyak melakukan kebijakan reformasi secara struktural. Baik itu melalui omnibus law atau kebijakan-kebijakan lain, karena regulasi di kita juga sangat banyak,” kata Roeslan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kabnyakan Aturan

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Rosan P. Roeslani saat berpidato pada pertemuan dengan MAVCAP (Malaysia Venture Capital Management Berhad) di Jakarta, Selasa (23/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun obesitas regulasi dan perizinan, diantaranya; 8.848 peraturan pusat, 14.915 peraturan Menteri, 4.337 peraturan LPNK, dan 15.966 peraturan Daerah.

Rosan menambahkan, melalui UU Cipta Kerja, masing-masing regulasi disederhanakan dengan mempertimbangkan beberapa hal. Termasuk menghilangkan tumpang tindih antar PUU, efisiensi proses perubahan PUU, dan menghilangkan ego sektoral.

“Kenadala utama pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah regulasi yang terlalu banyak, tumang tindi, dan sebagian bertentangan,” papar Rosan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya