BBPOM Tingkatkan Pengawasan Pangan di Jabar

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung meningkatkan intensifikasi pengawasan pangan pada masa Ramadan dan menjelang Idulfitri. Peningkatan pengawasan intensifikasi mulai dilakukan pada 27 April sampai 22 Mei 2020.

oleh Arie Nugraha diperbarui 19 Mei 2020, 18:00 WIB
Sejumlah makanan diambi BPOM untuk diuji usai sidak di Bendungan Hilir, Jakarta, (10/6). Pengujian makanan takjil untuk memastikan apakah takjil yang dijual bebas dari bahan bahaya seperti rodhamin B, formalin dan boraks. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Bandung - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Bandung meningkatkan intensifikasi pengawasan pangan pada masa Ramadan dan menjelang Idulfitri 1441 H. Peningkatan pengawasan intensifikasi mulai dilakukan pada 27 April sampai 22 Mei 2020.

Menurut Kepala BBPOM di Bandung Hardaningsih, otoritasnya menemukan peredaran produk makanan olahan dalam kemasan yang tidak memenuhi ketentuan dan syarat keamanan pangan di tujuh daerah Jawa Barat (Jabar). Temuan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan itu didominasi produk pangan rusak.

"Kami mengawasi pangan olahan dalam kemasan baik itu ritel, gudang distributor, toko, supermarket, dan pusat parcel. Selama tiga pekan di bulan Ramadan, kita memeriksa di 33 sarana," kata Hardaningsih dalam keterangan resminya ditulis Bandung, Selasa, 19 Mei 2020.

Dari 33 sarana jelas Hardaningsih, hanya 12 sarana yang memenuhi ketentuan dan syarat keamanan. Sedangkan di 21 sarana ungkap Hardaningsih, ditemukan 81 produk pangan olahan dalam kemasan yang sudah rusak, lima produk kedaluwarsa, dan enam produk tidak memenuhi ketentuan label.

BBPOM langsung memberikan peringatan kepada 21 sarana tersebut. Kemudian untuk pangan yang rusak dan kedaluwarsa, seluruh sarana itu untuk mengembalikannya.

"Harusnya yang rusak dan kedaluwarsa tidak dijual, tapi disisihkan untuk dikembalikan. Tetapi, angka (pelanggaran) sudah mengecil," ucap Hardaningsih.

 

 

2 dari 3 halaman

Awasi Takjil di 3 Kabupaten

Selain itu, BBPOM di Bandung mengawasi jajanan buka puasa atau takjil di tiga kabupaten dan kota dan pasar tradisional. Pengawasan tersebut terkait kandungan bahan berbahaya.

Selama tiga minggu pengawasan, kata Hardaningsih, pihaknya mengambil 116 sampel takjil dan produk dari pasar tradisional. Dari 116 sampel takjil tersebut, 16 sampel tidak memenuhi syarat atau mengandung bahan berbahaya, seperti pewarna kain rhodamin B, boraks, dan formalin untuk produk bakso, kerupuk, pacar cina, terasi, udang rebon, tahu dan ikan asin.

"Kami berikan peringatan, amankan produknya agar tidak dijual. Kami juga minta tolong kepada ketua pasar untuk diamankan dan ditertibkan, jadi supaya tidak dijual. Nanti ke depan untuk ganti pemasoknya jadi tidak membeli dari orang yang sama," jelas Hardaningsih.

Hardaningsih mengimbau kepada pelaku usaha untuk memperhatikan ketentuan dan syarat keamanan pada pangan olahan dalam kemasan yang mereka jual. Demikian juga dengan pedagang takjil dan pasar tradisional untuk memperhatikan pangan-pangan yang mengandung bahan berbahaya.

3 dari 3 halaman

Ada Produk Mengandung Bahan Berbahaya di Pasar Rakyat

BBPOM mengklaim telah mensosialisasikan kepada masyarakat untuk mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung bahan berbahaya. Slah satunya dengan sarana edukasi bernama Ayo CEK KLIK: Cek Kemasannya, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa.

"Dengan begitu, masyarakat akan lebih memperhatikan pangan yang mereka beli," kata Hardaningsih.

Sementara itu Dinas Industri dan Perdagangan (Indag) Provinsi Jabar turut dalam intensifikasi pengawasan pangan pada masa Ramadan dan menjelang Idulfitri. Menurut Kepala Dinas Indag Jabar Mohammad Arifin Soedjayana, pengawasan di pasar rakyat menunjukkan ada beberapa produk yang mengandung bahan berbahaya.

Hasil rinci pengawasan di pasar rakyat ucap Arifin, menunjukkan ada beberapa produk yang mengandung boraks dan formalin untuk produk bakso, kerupuk, pacar cina, tahu dan ikan asin. Sedangkan untuk ketersediaan beberapa komoditi pangan seperti beras, cabe merah, bawang merah, dan ayam, Arifin mengatakan mengalami surplus karena pandemi COVID-19 dan pembatasan sosial.

"Hal ini diakibatkan oleh berkurangnya demand atau pasar produk pangan akibat adanya PSBB di Jawa Barat di mana resto, hotel tidak beroperasi," jelas Arifin. (Arie Nugraha)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya