DPR Desak Pemerintah Terbuka Soal Perubahan APBN 2020

Pemerintah harus lebih terbuka tentang kejelasan alokasi anggaran untuk pencegahan meluasnya wabah corona.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Apr 2020, 15:45 WIB
Suasana penutupan sidang paripurna DPR ke-6 masa persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/12/2019). Rapat menyampaikan laporan Baleg DPR RI terhadap Rancangan Peraturan DPR Tentang Tata Cara Penyusunan Prolegnas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anis Byarwati meminta pemerintah lebih terbuka dalam memberikan informasi mengenai perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Hal itu disampaikan Anis dalam rapat kerja Komisi XI dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

“Saya minta pemerintah lebih terbuka tentang kejelasan alokasi anggaran untuk pencegahan meluasnya wabah, dan dukungan atas dampak ekonomi yang dihadapi rakyat kecil," kata dia di Jakarta, Kamis (30/4).

Anis menjelaskan, anggaran sebesar Rp 405,1 triliun yang diumumkan pemerintah sebagai dana penanganan pandemi Covid-19, tidak muncul dengan informasi yang cukup dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan APBN 2020. Informasi yang terkandung di dalam perpres tersebut sangat terbatas, jauh berbeda apabila dibandingkan dengan muatan dalam UU APBN perubahan yang biasanya sangat transparan dan jelas.

Tidak transparannya informasi dalam Perubahan APBN 2020, dinilai Anis, menyebabkan publik berasumsi bahwa tambahan defisit Rp545,7 triliun, karena turunnya penerimaan negara Rp472,3 triliun ditambah tambahan anggaran belanja yang hanya Rp73,4 triliun. Dengan begitu, yang terlihat adalah kenaikan defisit menjadi Rp852,9 triliun, bukan karena stimulus untuk penanganan pandemi virus corona atau Covid-19.

“Sebagian besarnya (defisit), justru untuk mengkompensasi penerimaan negara terutama pajak yang turun. Jadi Perubahan APBN 2020 tidak terlihat untuk kepentingan penanganan wabah," ungkapnya.

Hal lain yang dipertanyakan Anis, terkait dengan paket stimulus yang dijanjikan pemerintah sebesar Rp405,1 triliun. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk sektor kesehatan mencapai Rp75 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, insentif perpajakan Rp70,1 triliun, dan bantuan kepada dunia usaha Rp150 triliun.

2 dari 2 halaman

Anggaran Belanja

Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sedangkan dalam data Perubahan APBN 2020 tercatat anggaran belanja negara hanya naik Rp73,4 triliun saja. Dengan rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat (BPP) naik Rp167,6 triliun, dan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp94,2 triliun.

Terkait itu, Anis mengkritisi belanja pemerintah pusat yang naik, namun anggaran beberapa kementerian terkait malah turun dan ada yang hanya naik sedikit. Misalnya anggaran Kementerian Sosial turun dari Rp 62,8 triliun menjadi Rp 60,7 triliun.

“Ini menjadi pertanyaan, dimana disimpannya tambahan anggaran perlindungan sosial yang Rp 110 triliun yang telah diumumkan?” tanyanya.

Catatan lain Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga diberikan terhadap anggaran belanja Kementerian Kesehatan yang hanya naik Rp19,1 triliun, dari Rp57,4 triliun menjadi Rp76,5 triliun. Sedangkan menurut paket stimulus, sektor kesehatan dapat anggaran tambahan Rp75 triliun.

“Anggaran terkait kesehatan ini harus jelas. Sehingga tidak boleh ada kekurangan fasilitas dan alat kesehatan seperti masker, alat pelindung diri, ventilator dan lainnya di lapangan," tegasnya.

Terlebih, kata dia, masih ada rumah sakit yang mengeluhkan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD). Bahkan, di Semarang puluhan dokter dan tenaga medis dinyatakan positif Covid-19 karena tidak dilengkapi APD yang memadai.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya