Jubir: Pemerintah Tak Miliki Kepentingan Memanipulasi Data Corona Covid-19

Di Indonesia, data Covid-19 dibangun secara berjenjang mulai dari tingkat desa hingga pemerintah pusat.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 23 Apr 2020, 18:53 WIB
Juru Bicara Penanganan COVID-19 di Indonesia, Achmad Yurianto saat konferensi pers Corona di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (16/4/2020). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menegaskan, pemerintah tidak memiliki kepentingan dalam memanipulasi data korban virus corona.

“Memanipulasi data justru akan merugikan dan mengacaukan kerja keras selama ini yang kita bangun bersama,” kata Yurianto saat konferensi Pers di Gedung BNPB, Kamis (23/4/2020).

Pria yang akrab disapa Yuri ini menyampaikan, pencatatan data menjadi hal yang mendasar dalam menangani pandemi virus corona Covid-19 di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, data dibangun secara berjenjang dan terstruktur sejak tingkat desa, rumah sakit, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.

Kemudian, diakumulasikan di Dinas Kesehatan Provinsi sampai akhirnya dilaporkan ke Kementerian Kesehatan.

“Kementerian yang merupakan bagian dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 tingkat nasional,” ucap dia.

Yuri menjelaskan, data kasus Covid-19 adalah yang sudah dikonfirmasi dari hasil pemeriksaan laboraturium antigen berbasis pada real time PCR, bukan pemeriksaan antibodi melalui rapid test atau tes cepat.

Yuri melanjutkan, bukan juga penjumlahan dari pemeriksaan dengan kedua metode tersebut.

“Sekali lagi data yang dibutuhkan adalah data yang dikonfirmasi dari hasil pemeriksaan laboraturium hanya melalui pemeriksaan antigen dengan real time PCR,” ujar dia.

Yuri menerangkan, basis data inilah yang digunakan untuk menyusun dan melaporkan data kasus sembuh dan kasus meninggal karena virus corona Covid-19 ke pada publik.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Data ODP dan PDP Covid-19

Petugas melewati layar pemantau yang menunjukan penyebaran virus corona (COVID-19) di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin (9/3/2020). Dari 3.580 orang yang menghubungi Posko COVID-19 DKI Jakarta, ada 64 kasus kategori Orang Dalam Pantauan dan 56 Pasien Dalam Pengawasan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, pemerintah juga tetap mencatat jumlah pasien ODP dan PDP yang dihimpun dari tiap provinsi sebagai data kinerja pemerintah untuk menentukkan langkah-langkah penanganan pandemi Covid-19.

“Misalnya sebagai acuan data dalam distrubusi alat pelidung diri, reagen, dalam menentukkan jumlah kebutuhan relwan dan lain lain. Namun bukan bagian dari data pelaporan ke WHO untuk menggambarkan keadaaan pandemi ini di tingkat nasional maupun global,” ucap dia.

Yuri juga menegaskan, pemerintah tidak memasukkan pasien ODP atau PDP ke daftar kasus konfirmasi positif meninggal jika belum mengambil spesiemen yang bersangkutan.

“Kita tidak pernah mencatat ini sebagai kasus meninggal karena kasus Covid-19 pada. Tapi tata laksana pemulasaran jenazah dan pemakaman hendaknya sudah mengantisipasi kemungkinan positif Covid-19, hal ini penting semata-mata dalam rangka melindungi petugas pemulasaran jenazah, keluarga dan petugas pemakaman" papar dia.

Yuri menerangkan, pemerintah terus mengevalusi dan memperbaiki sistem pendataan ini. Yuri pun meminta masyarakat memahami agar transparansi data bisa terwujud.

“Kemenkes dan gugus tugas berterima kasih berbagi organisasi profesi, para pakar dan berbagai perguruan tinggi yang telah terus-menerus membantu untuk membangun sistem data yang akan menjadi bahan komunikasi yang efektif, detail, baik dan transparan kepada semua pihak,” tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya