BI: Repo Line USD 60 Miliar dari The Fed Siap Digunakan

Fasilitas repurchase agreement line atau Repo Line senilai USD 60 miliar yang diberikan Federal Reserve (The Fed) siap dikucurkan.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 09 Apr 2020, 16:45 WIB
Aktivitas penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar Rupiah pada Kamis (19/3) sore ini bergerak melemah menjadi 15.912 per dolar Amerika Serikat, menyentuh level terlemah sejak krisis 1998. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, fasilitas repurchase agreement line atau Repo Line senilai USD 60 miliar yang diberikan Federal Reserve (The Fed) sebagai Bank Sentral Amerika Serikat (AS) telah siap digunakan.

"Kerjasama repurchase agreement line atau Repo Line antara The Fed dengan Bank Indonesia sudah siap, sudah selesai proses administrasinya," ujar Perry dalam siaran pers online, Kamis (9/4/2020).

Dengan begitu, ia mengatakan, Repo Line ini bisa digunakan sewaktu-waktu jika memang diperlukan. Namun, Bank Indonesia disebutnya menargetkan agar itu tidak digunakan dalam jangka waktu pendek.

"Bahwa ini Repo Line bukan Swipe Line, tidak akan tambah cadangan devisa, tapi bisa digunakan jika butuh likuiditas dolar," jelasnya.

Menurut dia, yang terpenting dari kerjasama ini adalah adanya kepercayaan dari The Fed terhadap Indonesia. Sebab, tak semua negara bisa mendapatkan fasilitas ini.

"Ini vote of confidence dari The Fed kepada Indonesia, kepada kita semua, dalam konteks ini yang bekerja sama dengan Bank Indonesia. Tidak banyak negara emerging market yang diberikan kerjasama Repo Line ini," sebutnya.

"Hal ini menunjukan kepercayaan yang diberikan kepada kita, bagaimana kita kelola ekonomi dan bagaimana prospek ekonomi kita ke depan bisa lebih baik," dia menandaskan.

2 dari 3 halaman

BI Raih Komitmen Dana USD 60 Miliar dari The Fed

Ilustrasi Bank Indonesia.

Di tengah situasi Indonesia yang sedang membutuhkan likuiditas dolar, Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), menyepakati penyediaan fasilitas repurchase agreement line (repo line) bagi Bank Indonesia (BI), dengan nilai sebesar USD 60 miliar.

"Repo ini suatu kerjasama untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dolar. Dan kalau The Fed sendiri menyebut ini sebagai facility for foreign and international monetary authorities (FIMA)," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam video konverensi, Selasa (7/4/2020).

Meski tak menambah cadangan devisa, lanjut Perry, tapi akan sangat membantu penyediaan kebutuhan dolar saat terjadi keketatan di global.

Menurutnya, kerja sama BI dengan The Fed merupakan Vote of Confident. Sebab, The Fed menilai Indonesia memiliki prospek ekonomi yang bagus. Indonesia, lanjutnya, salah satu dari sedikit negara emerging markets yang mendapat The Fed Repo Lines.

Perry juga mengungkapkan, kalau saatnya nanti Indonesia membutuhkan likuditas dolar yang tidak bisa diperoleh dari tempat lain, BI bisa memanfaatkan fasilitas repo line itu untuk mendapatkan dolar dari The Fed dengan merepo atau menjaminkan Treasury Bill (T-Bill) yang di miliki oleh bank sentral.

"Tapi, hingga kini kami tidak punya rencana dan belum punya rencana," tandas dia.

3 dari 3 halaman

BI Sudah Keluarkan Rp 114,8 Triliun Demi Stabilkan Rupiah

Teller menghitung mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) meyebutkan, sebanyak USD 7 miliar atau setara dengan Rp 114,8 triliun (kurs rupiah 16.410 per dolar AS) dari cadangan devisa digunakan untuk stabilisasi nilai rupiah akibat pandemi Covid-19, yang membahwa perekonomian global pada situasi yang yidak menentu.

Hal tersebut disampaikan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat menjelaskan rincian dari cadangan devisa yang mengalami penurunan dalam sebuah video konferensi, Selasa (7/4/2020).

"Sekitar USD 7 miliar itu kami gunakan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah, khususnya pada minggu kedua dan ketiga, dimana pada waktu itu terjadi kepanikan global, yang kemudian mendorong para investor global melepas sahamnya, melepas obligasinya," ujarya.

Akibatnya, cadangan devisa menurun pada akhir Maret menjadi USD 121 miliar, dari USD 130,4 miliar pada akhir Februari.

Meski demikian, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berakhir berhasil menguat tajam sore ini. Penguatan tersebut sejalan dengan upaya Bank Indonesia (BI) menstabilkan rupiah di tengah gejolak akibat virus corona (Covid-19).

“Alhamdulillah nilai tukar rupiah hari ini menguat menjadi Rp 16.125 per dolar AS, sehingga menguat Rp 255 atau 1,56 persen dari closing kemarin,” kata Perry mebuka konverensi.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya