Serapan Aggaran Kementerian PUPR Akhir Maret Lebih Rendah dari 2019

Jelang akhir kuartal 2020, penyerapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hingga 27 Maret 2020 telah mencapai angka 7,42 persen

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Mar 2020, 11:00 WIB
Menteri PUPR 2014-2019 Basuki Hadimuljono tiba di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019). Basuki Hadimuljono akan kembali menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam kabinet Jokowi jilid II. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang akhir kuartal 2020, penyerapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hingga 27 Maret 2020 telah mencapai angka 7,42 persen, atau senilai Rp 9,13 triliun dari total anggaran tahun 2020 yang sebesar Rp 123,17 triliun. Sementara untuk progres pembangunan fisik sebesar 6,97 persen.

Penyerapan tersebut secara persentase sedikit lebih rendah dari periode yang sama di 2019, yakni sebesar 7,56 persen dengan dana APBNP Kementerian PUPR pada saat itu sebesar Rp 121,9 triliun.

Berdasarkan catatan milik Kementerian PUPR, progres penyerapan anggaran yang relatif stabil itu tidak terlepas dari sistem lelang dini yang telah dilakukan. Proses lelang untuk proyek tahun 2020, sudah dilakukan sejak November 2019.

Hingga 27 Maret 2020, tercatat data paket dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) sebanyak 7.370 paket senilai Rp 95,5 triliun.

Dari total paket tersebut, progres paket yang terkontrak sebanyak 2.926 paket (51,28 persen) dengan nilai Rp 48,9 triliun terdiri dari paket Multiyears contract (MYC), MYC baru dan Single Years Contract (SYC). Sebanyak 1.935 paket senilai Rp 16,3 triliun (17,08 persen) masih dalam proses lelang, dan sisanya 2.509 paket senilai Rp 30,2 triliun (31,65 persen) yang masih belum proses lelang.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, belanja infrastruktur di Kementerian PUPR harus berkualitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya melalui investasi. Infrastruktur yang dibangun harus memberikan dampak ekonomi, yakni pemerataan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan kawasan, dan membuka lapangan pekerjaan di sektor konstruksi dan ikutannya.

 

2 dari 2 halaman

Antisipasi Dampak Covid-19

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat melayat KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah di rumah duka kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (3/2/2020). Gus Sholah meninggal pada usia 78 tahun. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Belanja infrastruktur yang dilakukan Kementerian PUPR turut menggerakan sektor riil di berbagai daerah sehingga diharapkan dapat mempertahankan daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global akibat pandemi virus corona Covid-19 yang terjadi sekarang.

"Untuk itu, realisasi belanja infrastruktur PUPR juga harus dirasakan langsung manfaatnya. Terutama meningkatkan daya beli masyarakat kecil yang merata hingga pelosok desa di seluruh Indonesia," kata Menteri Basuki dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (28/4/2020).

Dia menambahkan, dalam membelanjakan uang negara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi arahan agar program yang direncanakan fokus pada outcome, memprioritaskan pada kegiatan utama, bukan kegiatan pendukung seperti mengurangi anggaran rapat, perjalanan dinas. Selain itu juga menekankan pentingnya konsolidasi dan sinergi antara Pemerintah Pusat, Daerah dan Sektoral.

Seluruh program juga disebutnya harus dipastikan berjalan dengan baik dan maksimal, serta melakukan pemantauan secara berkala dan menghentikan praktek korupsi, pemborosan, mark-up, dan memastikan setiap proyek bermanfaat untuk kepentingan rakyat.

"Program tidak hanya output namun sampai benefit dan outcome. Seperti program pembangunan bendungan harus diikuti oleh pembangunan jaringan irigasi sehingga bisa mendukung pertanian di desa sebagai basis pertumbuhan ekonomi," ujar Menteri Basuki.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya