Merajut Pagi, Merawat Benteng Terakhir Hutan Lindung Purbalingga

Menurutnya, minimal ada tiga satwa langka yang masih terlacak jejak keberadaaanya di Hutan Siregol, yaitu, Elang Jawa (Nizaetus bartelsii), Owa Jawa (Hylobates moloch) dan Macan Tutul (Panthera pardus)

oleh Galoeh Widura diperbarui 08 Mar 2020, 06:00 WIB
Reboisasi digalakan oleh Perhutani untuk menyangga kehidupan satwa langka dan merawat heteroginitas hutan Siregol. (Foto: Liputan6.com/Galoeh Widura)

Liputan6.com, Purbalingga - Malam merangkak naik dan dingin kabut tipis pelan menusuk kulit di Desa Kramat, Kecamatan Karangmoncol, Purbalingga, Jawa Tengah, akhir Februari 2020. Ratusan orang tak surut semangatnya duduk melingkar bersanding kopi panas, singkong, dan kacang rebus di tengah hutan alam.

Mereka yang mayoritas anggota pecinta alam mendiskusikan upaya konservasi di benteng terakhir hutan alam Purbalingga, Jawa Tengah. Benteng terakhir itu ialah kawasan perbukitan Siregol di wilayah Desa Sirau – Kramat, Kecamatan Karangmoncol, dan Desa Langkap, Kecamatan Kertanegara.

Diskusi tersebut merupakan rangkaian acara kegiatan Rehabilitasi Hutan Lindung (RHL) Kawasan Siregol dengan penanaman 2.000 pohon pada Minggu, 1 Maret 2020. Salah satu pembicara dalam diskusi tersebut, Gunanto Eko Saputro, menyatakan bahwa keanekaragaman hayati di Hutan Siregol cukup tinggi.

Menurutnya, minimal ada tiga satwa langka yang masih terlacak jejak keberadaaanya di Hutan Siregol, yaitu, Elang Jawa (Nizaetus bartelsii), Owa Jawa (Hylobates moloch) dan Macan Tutul (Panthera pardus). Satwa tersebut merupakan satwa langka dengan status terancam punah.

"Ini menandakan kawasan Hutan Siregol memiliki nilai penting dalam konservasi tidak hanya di Purbalingga tapi di level nasional bahkan dunia sehingga harus kita jaga bersama," kata Gunanto, aktivis Perhimpunan Pegiat Alam Ganesha Muda (PPA Gasda).

Elang Jawa yang menginspirasi lambang negara Burung Garuda, masih sering terlihat di langit Siregol. Macan Tutul kemunculanya terekam video dan menghebohkan jagat media sosial beberapa waktu lalu.

Sementara Owa masih banyak terlihat bermain dari pohon ke pohon bahkan sampai ke perbatasan dengan jalan raya. Selain satwa langka tersebut, Rimba Siregol juga kaya akan keanekagaraman hayati lainnya.

Penelitian Kelompok Studi Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas Atmajaya Yogyakarta menemukan ada minimal 8 spesies gastropoda, 11 spesies odonata (capung), 7 jenis amfibi (katak), 10 jenis anggrek dan 30 spesies aves/burung.

“Ini baru penelitian awal dan hanya beberapa point yang diteliti, sangat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kekayaan keanekaragaman hayati di Rimba Siregol," ujar Gunanto.

2 dari 3 halaman

Sigotak: Narasi Konservasi

Ribuan anggota pecinta alam di Purbalingga turun melakukan penanaman 2000 pohon di Perbukitan Siregol. (Foto: Liputan6.com/Galoeh Widura)

Gunanto menyampaikan, ancaman terhadap kelestarian alam Hutan Siregol cukup nyata. Penyebabnya adalah potensi penebangan liar, perambahan hutan, perburuan liar, serta pengembangan wisata yang kurang memperhatikan keselarasan dengan alam. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk bersama-sama melestarikan benteng terakhir hutan alam di Purbalingga itu.

Masyarakat setempat sudah mulai sadar akan pelestarian lingkungan. Pemuda-pemuda di Desa Kramat membentuk sebuah perkumpulan bernama "Sigotak (Siregol Argo Butak) : Narasi Konservasi" yang bergerak di bidang pelestarian dan pendidikan lingkungan.

"Kami ingin hutan yang ada di desa kami lestari dan dapat diwarisi anak cucu kita," ujar Maryono, salah satu pegiat Sigotak.

Menurut tokoh masyarakat Desa Kramat itu, Sigotak yang baru berdiri 3 tahun menginginkan Hutan Siregol bisa memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya tanpa mengesampingkan upaya pelestarian.

"Kami sangat mendukung upaya pelestarian dan pendidikan alam di Siregol," katanya.

Panitia Kegiatan RHL, Rizky Khoirudin menegaskan kelangsungan hidup satwa di Siregol memang terancam ulah tangan manusia. Wilayah jelajah mereka lambat laun menyempit karena ekspansi pengolahan lahan.

Seperti video macan kumbang yang baru-baru ini viral, terlihat berada di tepi jalan raya Kramat-Sirau. Keluarganyalah, Suli Usman warga Desa Sirau yang merekam saat melintasi jalan tersebut sekitar dua tahun silam.

"Kemunculan macan menandakan habitat dan sumber makanannya terganggu. Lebih takutnya lagi, paska viral ada tangan nakal yang berusaha memburunya," kata anggota Pecinta Alam SMK NU Maa'rif Bobotsari (Pamabos) itu.

3 dari 3 halaman

Penanaman 2.000 Pohon

Ribuan anggota pecinta alam di Purbalingga turun melakukan penanaman 2000 pohon di Perbukitan Siregol. (Foto: Liputan6.com/Galoeh Widura)

Rizky yang juga warga Sirau kerap menyaksikan keluarga Owa Jawa bergelayut di pohon tak jauh dari jalan raya. Karena itu, aktivitas yang melibatkan banyak masa di sekitar siregol menurutnya harus diminimalkan.

"Pengembangan wisata masal misalnya, dengan aset lingkungan alam yang masih heterogen justru kontraproduktif dengan kelestarian alam itu sendiri karena sifatnya yang fragile (rapuh), sulit kembali seperti sedia kala jika sudah rusak," katanya.

Kegiatan RHL ini, menurut Rizky sebagai salah satu upaya kolaboratif dari masyarakat Pegiat Alam, Perhutani KPH Banyumas Timur, Karang Taruna, RAPI, Ormas, masyarakat sekitar, Pemerintah Desa, Kecamatan, dan Kedinasan untuk mendukung keberlangsungan satwa liar dan keheterogenan hutan Siregol.

Sementara itu, pihak Perum Perhutani juga tak tinggal diam. Berbagai upaya untuk menjaga fungsi dan kelestarian hutan lindung yang ada di wilayahnya itu terus dilakukan, salah satunya dengan program rehabilitasi hutan lindung.

"Tahun 2019 kita melakukan penghijauan seluas lebih dari 1800 hektar hutan di area hutan yang ada di wilayah KPH Banyumas Timur," ujar Sugito, Manajer Bisnis KPH Banyumas Timur.

Untuk itu, Perhutani mendukung penuh kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kawasan Siregol. Pada kesepatan tersebut, perusahaan plat merah yang bertanggungjawab atas pengelolaan hutan produksi di jawa itu menyediakan 2.000 bibit tanaman seperti ketapang, trembesi, aren, mahoni dan pucuk merah.

Acara yang bertemakan 'Melestarikan Alam, Merajut Kebersamaan' itu diikuti oleh ribuan pecinta alam. Meski banyak yang tidak ikut diskusi pada Sabtu malam, kekompakan ribuan pecinta alam tampak saat penanaman pohon pada Minggu pagi.

Wakil Kepala Administrator KPH Banyumas Timur, Rahmat Wijaya mengatakan kegiatan juga bertujuan mendidik generasi muda pencinta alam untuk melestarikan hutan dan sumber daya alam yang ada didalamnya. Apa yang dilakukan hari ini tidak serta merta bisa dinikmati sekarang. Tanaman akan tumbuh berkembang dikemudian hari dan baru akan berfungsi 10-20 tahun kedepan sebagai penyangga kehidupan.

" Gerakan reboisasi harus kita gaung kepada semua lapisan masyarakat terutama generasi muda karena hutan mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan satwa dan kehidupan lainnya . Serta kehidupan masyarakat baik dihulu maupun dihilir termasuk di bawah aliran sungai," katanya.

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya