WHO: Jadi Musuh Bersama, COVID-19 Perlu Dilawan dengan Bersatu

WHO meminta agar dunia, khususnya para peneliti, bersatu untuk melawan ancaman COVID-19 dengan ilmu pengetahuan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 14 Feb 2020, 07:00 WIB
Pekerja medis memakai peralatan pelindung menyusul wabah virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Minggu (26/1/2020). Hingga saat ini lebih dari 600 orang telah meninggal dunia akibat terjangkit virus corona yang mulai mewabah sejak akhir tahun lalu. (Chinatopix via AP)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa wabah COVID-19 adalah ujian bagi solidaritas dan perlu dilawan bersama-sama.

Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan pada pakar kesehatan dari seluruh dunia di kantor WHO, Jenewa, untuk membicarakan soal COVID-19, termasuk mengenai identifikasi kesenjangan dan kerja sama untuk percepatan dan pendanaan penelitian yang diperlukan untuk menghentikan dan mempersiapkan diri di masa depan.

"Wabah ini adalah ujian solidaritas, politik, keuangan, dan ilmiah," kata Tedros seperti disampaikannya pada Rabu kemarin waktu setempat, dikutip dari laman resminya pada Kamis (13/2/2020).

"Kita perlu bersatu melawan musuh bersama yang tidak menghormati perbatasan, memastikan bahwa kita memiliki sumber daya yang diperlukan untuk mengakhiri wabah ini dan membawa ilmu pengetahuan terbaik kita ke garis depan, untuk menemukan jawaban bersama dari masalah bersama," Tedros melanjutkan.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Ancaman yang Lebih Besar Dibanding Terorisme

Petugas laboratorium membantu rekannya melepaskan pakaian pelindung di sebuah laboratorium di Shenyang, provinsi Liaoning timur laut China, Rabu (12/2/2020). Per hari ini, Rabu (12/2) tercatat korban meninggal dunia akibat virus corona di China tercatat mencapai 1.110. (STR/AFP)

Dalam pertemuan yang dihadiri lebih dari 300 ilmuwan tersebut, Tedros melanjutkan bahwa penelitian adalah bagian integral dalam sebuah respon terhadap wabah.

"Saya menghargai tanggapan positif dari komunitas peneliti untuk bergabung dengan kami dalam waktu singkat dan menghasilkan rencana serta komitmen nyata untuk bekerja bersama," ujarnya.

Sebelumnya, Tedros mengatakan bahwa virus Corona yang melumpuhkan Tiongkok ini merupakan ancaman yang lebih berbahaya daripada terorisme.

"Virus bisa memiliki konsekuensi yang lebih besar dibanding aksi teroris mana pun," ujarnya pada Selasa, 11 Februari di pertemuan serupa, seperti dikutip dari The Guardian.

Dia memperkirakan, setidaknya masih ada 18 bulan hingga vaksin pertama benar-benar tersedia. Maka dari itu, para peneliti diminta untuk melakukan semua hal dengan menggunakan "senjata" yang ada.

Dia menambahkan, bertambahnya pasien yang didiagnosis dengan penyakit, tapi tak pernah ke Tiongkok, bisa menjadi sebuah fenomena gunung es. Maka dari itu, dunia harus bangun dan mempertimbangkan bahwa virus ini adalah musuh masyarakat nomor satu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya