Kemenparekraf dan BNPB Siapkan Proposal Manajemen Risiko Bencana di 10 Destinasi Wisata Prioritas

Menparekraf Wishnutama menyebut keamanan dan kenyamanan menjadi dua poin utama pertimbangan turis menentukan destinasi wisata yang dikunjungi.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 03 Jan 2020, 16:03 WIB
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama saat menerima kunjungan jajaran Emtek dan SCM Group di Kantor Kemenpar, Jakarta, Jumat (8/11/2019). Kunjungan tersebut untuk membahas kerja sama di sektor media. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki musim penghujan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali berkoordinasi untuk mengantisipasi bencana di tempat wisata. Kedua lembaga sepakat menyusun proposal untuk menjamin keamanan dan kenyamanan para wisatawan dari risiko bencana yang ada.

Menparekraf Wishnutama Kusubandio menyebut keamanan dan kenyamanan merupakan dua faktor penentu turis memilih destinasi wisata. Maka itu, manajemen krisis harus jelas agar wisatawan bisa merasa aman dan nyaman.

"Dengan ciptakan rasa aman dan nyaman, rasanya pariwisata sangat meningkat signifikan, terlepas dari infrastruktur dan daya tarik," kata dia di Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Kepala BNPB Doni Monardo menerangkan langkah pertama sebelum mengajukan proposal tersebut adalah melakukan kajian akademis. Hal itu meliputi kajian geologis, vulkanologis, dan ekonomis.

"Karena setiap daerah punya karakteristik ancaman berbeda. Kita ketahui dulu ancaman yang ada, baru siapkan SDM-nya, infrastrukturnya, hingga anggarannya," kata Doni.

Pemetaan risiko bencana diprioritaskan untuk 10 destinasi wisata prioritas, termasuk lima destinasi super prioritas yang ditetapkan pemerintah. Apalagi, pemerintah menargetkan pariwisata menyumbang devisa terbesar pada 2020.

Di sisi lain, kewenangan BNPB juga terbatas. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) lah yang bertanggung jawab langsung menangani masalah kebencanaan di lapangan. Sementara, BPBD adalah instrumen pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

"Bukan vertikal, BNPB hanya bisa masukkan saran. Presiden juga mengingatkan agar pusat dan daerah bisa bekerja sama," ujarnya.

Untuk itu, pihaknya bersama Kemenparekraf mencari formula terbaik agar semua pihak bisa bahu membahu untuk mengantisipasi, memitigasi, hingga merespons bila bencana terjadi. Wishnutama menargetkan proposal tersebut sudah bisa diajukan dalam waktu kurang dari dua bulan.

"Semuanya tentu harus disiapkan. Kelembagaan BPBD yang mumpuni, kapasitas yang bagus akan bisa mengurangi dampak bencana," imbuh Doni.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Risiko Bencana di 5 Destinasi Super Prioritas

Pemandangan Labuan Bajo dari atas Bukit Cinta (Liputan6.com/Ola Keda)

Dalam pemaparan yang disampaikan Abdul Muhari, Kepala Subdirektorat Peringatan Dini pada Direktorat Kesiapsiagaan, diketahui lima destinasi super prioritas menyimpan risiko bencana. Danau Toba, misalnya, diketahui memiliki risiko bencana kebakaran hutan dan lahan tingkat sedang.

Sementara, potensi ancaman tertinggi adalah tanah longsor dan gempa bumi. Sebanyak 641 terpapar risiko tanah longsor, sedangkan 533 desa terpapar gempa bumi. Risiko bencana lain yang cukup tinggi di Danau Toba adalah banjir bandang.

Selanjutnya, kawasan wisata Borobudur menyimpan risiko bencana gempa bumi, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Berdasarkan indeks bahaya Inarisk, kawasan wisata itu berada pada indeks bahaya rendah untuk gempa bumi dan longsor, dan indeks bahaya sedang untuk cuaca ekstrem.

Kawasan Mandalika menyimpan risiko bencana yang berbeda. Tertinggi adalah ancaman banjir rob. Sedangkan kawasan Labuan Bajo dinilai terpapar gempa yang berpotensi tsunami, baik dari segmen sesar naik utara segmen megathrust selatan NTT.

Risiko serupa juga dimiliki Likupang yang berada di Sulawesi Utara. Kawasan ekonomi eksklusif itu dinilai berisiko mengalami gempa bumi yang berpotensi tsunami meski terbilang rendah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya