Pemerintah Diminta Kurangi Utang

Rizal Ramli menyarankan kepada pemerintah untuk lebih memaksimalkan penerimaan pajak dalam pembiayaan pembangunan. Bukan dari utang.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 06 Nov 2019, 10:00 WIB
Ekonom senior Rizal Ramli menyampaikan kritikan kepada Capres Nomor Urut 01 mengenai pidatonya kemarin di kawasan Tebet, Jakarta, Senin (25/2). Pidato Jokowi dianggap Rizal mengandung data yang tidak sesuai dan bahkan hoaks. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kordinator Perekonomian Era Abdurahman Wahid Rizal Ramli meminta kepada pemerintah untuk lebih fokus dalam penanganan ekonomi Indonesia untuk saat ini.

Pembahasan dan solusi mengenai masalah ekonomi ini dinilai harus lebih diangkat ke publik daripada persoalan radikalisme.

"Pemerintah, misalnya, harus menyusun langkah yang berani dan tepat untuk mengatasi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang kian melebar. Dan solusinya tidak selalu dengan berutang," kata Rizal dalam keterangannya, Rabu (6/11/2019).

Sebab, lanjutnya, solusi dengan berutang itu akan membebani APBN kita berikutnya dan generasi yang akan datang. "Cobalah serius menguber wajib pajak besar dan perusahaan asing, agar penerimaan pajak ini meningkat dan mencapat target," saran Rizal.

Selain soal defisit itu, soal yang harusnya jadi perhatian pemerintah dan publik adalah pertumbuhan ekonomi yang meleset dari target. Sejumlah lembaga sudah memprediksi melesetnya pertumbuhan ekonomi itu dan sudah pula dipublikasikan media massa.

Bank Indonesia, beberapa hari lalu memperkirakan ekonomi kita tahun 2019, hanya tumbuh 5,05 persen. Perkiraan itu dibawah yang ditargetkan APBN 2019 yang dipatok pada 5,1 persen.

Tidak hanya itu, pada September lalu Bank Dunia, memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 bisa dibawah 5 persen. Sejumlah ekonom juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan melambat.

Jauh sebelum sejumlah lembaga itu mempublikasikan proyeksi mereka, Rizal Ramli mengaku sudah mengingatkan pertumbuhan ekonomi yang menurun itu.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Sudah Diingatkan

Mantan Menko Ekuin sekaligus Ketua KKSK periode 2000-2001, Rizal Ramli menyapa awak media saat tiba memenuhi panggilan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Jumat(11/07/2019). Rizal Ramli diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Pada 12 Agustus 2019, pada acara di kantornya di kawasan Tebet Jakarta Selatan, Rizal Ramli memproyeksi pertumbuhan ekonomi akan turun di bawah 5 persen. Sayangnya, kata Rizal dalam acara itu, pemerintah melakukan langkah penghematan yang justru merepotkan rakyat lapisan golongan bawah.

Seharusnya, kata Rizal, dalam keadaan yang melambat, pemerintah mendorong roda ekonomi dengan memberi stimulus agar bisa bergerak, sesudah itu tinggal mengejar pajak. Solusi atasi krisis dengan berhemat itu, lanjut Rizal, memang menekan pengeluaran, tapi ini cara yang sudah konvensional dan berulang-ulang.

"Jika cara yang sama dipakai untuk memecahkan masalah, jangan berharap hasil akan yang berbeda. Karena kita sudah tahu hasilnya," kata Rizal.

 

3 dari 3 halaman

Faktor Perang Dagang

Ekonom senior Rizal Ramli menyampaikan kritikan kepada Capres Nomor Urut 01 mengenai pidatonya kemarin di Tebet, Jakarta, Senin (25/2). Rizal menyebut pidato Jokowi kurang jujur karena tak mengakui kegagalan pemerintahannya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Memang harus diakui, lanjut Rizal, salah satu sebab kesulitan kita adalah perang dagang antara Amerika Serikat melawan China. Tapi perang dagang ini adalah sesuatu yang sudah dibicarakan dunia dan publik kita semenjak dua tahun lalu. Artinya, menurutnya, pemerintah punya waktu yang cukup untuk menyusun serta mengambil langkah serta tindakan.

"Masalahnya kita minim plan, time frame, atau action untuk menarik manfaat maksimal dari perang dagang itu," kata Rizal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya