Pemerintah Bakal Rem Pembangunan PLTU

Sejumlah negara sudah berkomitmen untuk tidak menggunakan PLTU pada 2050 untuk mengurangi polusi udara.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Okt 2019, 12:54 WIB
Setelah beroperasi, PLTU Batang akan menjadi pembangkit terbesar di ASEAN

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mengerem pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), untuk mengurangi polusi udara akibat pembakaran mesin pembangkit.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan,‎ sejumlah negara sudah berkomitmen untuk tidak menggunakan PLTU pada 2050 untuk mengurangi polusi udara, namun Indonesia belum mengambil sikap mengenai hal tersebut.

‎"Batubara banyak negara exit batubara 2050 Indonesia belum menjawab," kata Jonan, saat menghadiri perayaan hari listrik nasional, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Rabu (9/10/2019).

Menurut Jonan, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk mengerem ‎pembangunan PLTU, yaitu pembangunan PLTU hanya boleh dilakukan di dekat sumbernya di mulut tambang. Hal ini akan diatur dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPT).

"Saya minta di RUPTL kalau mau bangun PLTU harus mulut tambang, kalau tidak, tidak bisa," tegasnya.

Dia yakin hal tersebut bisa diterapkan, sebab saat ini jaringan listrik sudah tersambung, dengan begitu listrik dari pembangkit bisa disalurkan ke konsumen yang letaknya jauhdari pembangkit.

"Kan grid (jaringan) sudah dipasang, di Sumatera sudah tersambung ada tol listrik," tuturnya.

Jonan melanjutkan, sebagai alternatif pengganti keberadaan PLTU, pembangunan pembangkit kedepan diperioritaskan yang lebih bersih, berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan menggunakan gas.

"Nanti BPP naik, saya bilang gini coba caricara agar tidak tinggi kan harga gas sudah murah diatur di mid stream agar harga wajar," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

PLTU Suralaya Dituding Penyebab Polusi Jakarta, Ini Pembelaan PLN

PLTU Suralaya

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya menjadi sorotan belakangan ini, sebab diduga menjadi penyumbang polusi udara Jakarta oleh beberapa pihak.

PT Indonesia Power Unit Pembangkitan Suralaya selaku merespon dugaan tersebut, dengan menjabarkan sejumlah fakta terkait pe‎ngoperasian PLTU dengan total kapasitas 4.025 Mega Watt (MW) tersebut.

General Manager PLTU Suralaya Amlan Nawir mengungkapkan, berdasarkan topografi PLTU Suralaya terkurung bukit-bukit yang ada di pinggiran Selat Sunda.

"Saya cerita topografi Suralaya, ini perbukitan. Suralaya itu dibalik bukit Selat Sunda," kata Amlan, di PLTU Suralaya, Cilegon Banten, Selasa (24/9/2019).

‎Untuk menanggapi kabar pencemaran udara Jakarta akibat PLTU, Indonesia Power pun menggandeng konsultan untuk mengevaluasi kondisi hasil pembakaran batubara dari PLTU Suralaya.

"Pencemaran Jakarta dari Suralaya, kami coba hier konsultan untuk melakukan riset. Ini data dilakukan PT Ganesha Environmental &Energy Services‎," tuturnya.

Dari hasil evaluasi, asap hasil pembakaran sebagian besar batubara terbawa angin ke arah utara dan selatan atau menuju Samudera Indonesia, sedangkan Jakarta berada di sisi timur pembangkt tersebut.

"Ada memang angin barat tapi relatif lebih kecil. Data menunjukan 60 persen kecepatan angin ke utara dan selatan.‎ Ini ke laut perginya," lanjutnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya