Seni Nandong Si Pelipur Lara

Nandong ditabalkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda pada 2016, tetapi, keberadaannya kian tergerus zaman.

oleh Rino Abonita diperbarui 11 Agu 2023, 16:30 WIB
Yoppi Smong dan Sibal Arabica, seniman asal Aceh, sedang memainkan nandong, yang merupakan kesenian tradisional masyarakat Simeulue (Liputan6.com/Ist).

Liputan6.com, Aceh - Hari sudah tunggang gunung. Cahaya merah tampak membentang di ufuk sana, pertanda surya hendak kembali ke tetirah.

Seorang lelaki dengan posisi bertelekan lantai tampak menopang pelipis sembari memandang ke arah cakrawala melalui pintu rumahnya yang ternganga. Di sampingnya terduduk sebuah walkman tua.

Bukan tembang lawas, terlebih lagu-lagu kiwari yang tengah dinikmati pria berumur lewat setengah abad itu, tetapi, nandong.

Kerinduan akan kampung halaman mengejawantah dalam kuplet yang tengah didengarnya. Isinya melulu soal hidup di perantauan.

"Mangarang rakek/rajo di ulu/tumbuh cindawan/di batang padi. Buli babalek/adek kandong/gadong batingkek/tido panghuni."

Menurut Sarkiat T, melalui kuplet di atas, pemantun hendak berpesan, nun jauh di sana, ada rumah dan kampung yang sedang menanti. Pesan ini ditujukan kepada orang-orang yang lena hidup di rantau.

"Nandong jadi pelipur," ujar lelaki kelahiran pulau berjuluk "ate fulawan", kepada Liputan6.com, di kediamannya, Kamis jelang sore (3/10/2019).

Nandong salah satu kesenian tradisional masyarakat di kepulauan Simeulue. Seni tutur ini dimainkan dengan iringan kendang atau biola.

Penabuh kendang atau pemain biola lazimnya merangkap sebagai penyair. Idealnya dimainkan 3-5 orang, disebut kumedang, namun, adakala dimainkan satu orang tanpa iringan apa pun.

"Misalnya, ketika sedang mendayung perahu atau memancing, bekerja di sawah atau sedang memetik cengkeh," jelas pemerhati budaya Simeulue, Moris Mesasilae, kepada Liputan6.com, Kamis sore.

Pantun yang dibawakan lazim mengangkat tema seputar romantika kehidupan. Setidaknya, terdapat 16 pantun dalam nandong, antara lain, pantun kasih, pantun untung, dan pantun rantau. Semua pantun dibawakan sesuai konteks dan permintaan.

Pantun kasih erat kaitannya dengan perasaan kasih sayang, asmara, atau pun percintaan. Pantun untung menceritakan tentang nasib dan peruntungan hidup.

"Pantun rantau menceritakan tentang suka duka, penderitaan dalam merantau juga berisi petunjuk, dan nasihat. Masih banyak jenis-jenis," terang Moris.

Nandong dibawakan dengan suara yang mendayu-dayu dan saling bergayut. Setiap pantun disisip dengan tabuhan kendang atau gesekan biola.

Iringan kendang berupa ketukan sederhana yang terbilang monoton. Sementara, biola lebih variatif dan panjang, mengikuti irama pemantun.

Nandong dulunya menjadi suguhan dalam pelbagai perhelatan budaya, seperti sunatan, perkawinan, dan lainnya. Biasanya diadakan pada malam hari.

"Menjelang dini hari adalah merupakan puncak atau klimaks menikmati alunan suara penandong yang mendayu-dayu dan sayup-sayup sampai," kata Moris.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tergerus Titimangsa

Seniman sedang memainkan nandong, kesenian tradisional masyarakat kepulauan Simeulue yang keberadaannya kian tersisih (Liputan6.com/Ist)

Nandong ditabalkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda pada 2016. Namun, keberadaannya kian tergerus titimangsa.

Dalam pelbagai helat budaya atau ragam tontonan umum, nandong pun tersisih oleh kesenian tradisional lain. Nandong dianggap membosankan karena tidak atraktif, terutama oleh generasi kiwari.

Penonton lebih memilih suguhan kesenian yang bersifat ketangkasan dan heroik, seperti, debus, tari pedang, silat dan sebagainya. Tiba giliran nandong, penonton cenderung menjauh dari panggung.

"Dan, mendekat kembali jika ada suguhan lain," ungkap pegiat budaya yang bernaung di Central Culture Simeulue itu.

Ini ironis. Nandong sejatinya merupakan pengawet kewaskitaan yang telah menyelamatkan ribuan penduduk kepulauan itu.

Saat gempa dan tsunami menghantam Aceh, ratusan ribu orang tewas. Simeulue punya cerita yang berbeda.

Dari sekitar 78 ribu penduduk di kepulauan itu, korban meninggal dunia tak sampai belasan. Ada sumber menyebut jumlah korban antara empat hingga tujuh orang.

Padahal, Simeulue terletak sekitar 60 kilometer dari episentrum gempa. Bencana smong pada tahun 1907 yang kerap disampaikan melalui nandong jawabannya.

"Namun, nandong kini nyaris ditinggal, dan kurang diminati terutama kalangan generasi muda," pungkas Moris.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya