Ma'ruf Amin Desak Penegakan Hukum dari Fatwa Haram Karhutla

Fatwa haram yang dikeluarkan MUI pada 2016 lalu belum cukup kuat untuk mengantisipasi tindak karhutla.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Sep 2019, 16:17 WIB
Calon Wakil Presiden dari nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada awak media saat tiba untuk memimpin rapat rutin bersama petinggi dan anggota MUI di Jakarta, Selasa (13/11).(Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Wakil Presiden RI terpilih Ma'ruf Amin mendesak penegakan hukum pasti terkait fatwa haram tentang pembakaran hutan dan lahan (karhutla).

Dia mengatakan, fatwa haram yang dikeluarkan MUI pada 2016 lalu tersebut belum cukup kuat untuk mengantisipasi tindak karhutla yang hingga kini masih banyak terjadi di kawasan Sumatera dan Kalimantan.

"Tapi ada yang memang tidak cukup melalui fatwa, perlu ada tindakan, perlu ada penindakan hukum, law enforcement. Kalau sifat fatwa itu bimbingan, pedoman, ajakan, arahan, tapi kalau tidak bisa diarahkan ya di-law enforcement, penegakan hukum," tegas dia di Jakarta, Sabtu (21/9/2019).

Adapun MUI sendiri telah merilis fatwa haram tentang karhutla sejak 2016 lalu berdasarkan permintaan mendesak dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Fatwa MUI

Kepala BNPB Doni Monardo meninjau kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bersama Panglima TNI dan Kapolri di Riau pada Minggu (15/9/2019). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Dalam fatwa tersebut, ada enam ketentuan hukum terkait pidana karhutla:

1. Melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan dan dampak buruk lain, hukumnya haram.

2. Memfasilitasi, membiarkan, dan atau mengambil keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka satu, hukumnya haram.

3. Melakukan pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka satu, merupakan kejahatan dan pelakunya dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kerusakan hutan dan lahan yang ditimbulkannya.

4. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya wajib.

5. Pemanfaatan hutan dan lahan pada prinspinya boleh dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Memperoleh hak yang sah untuk pemanfaatan.b. Mendapatkan izin pemanfaatan dari pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.c. Ditujukan untuk kemaslahatan.d. Tidak menimbulkan kerusakan dan dampak buruk, termasuk pencemaran lingkungan.

6. Pemanfaatan hutan dan lahan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud pada angka lima, hukumnya haram.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya