Repotnya Persiapan Upacara Kemerdekaan di Tengah Laut

Upacara di tengah laut adalah manifestasi begitu dekatnya warga Kampung Laut dengan Laguna Segara Anakan

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 16 Agu 2019, 03:30 WIB
Larung sesaji dalam Sedekah Laut di Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Laguna Segara Anakan, bagi warga Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah adalah nadi kehidupan. Tak berlebihan jika mereka bakal menggelar upacara 17 Agustus di tengah laut.

Upacara di tengah laut adalah manifestasi begitu dekatnya warga Kampung Laut dengan Laguna Segara Anakan. Nyaris tiap aktivitas warga tak pernah lepas dari perairan yang pada mulanya berluas ratusan hektare ini.

Di Laguna Segara Anakan, ribuan orang menggantungkan hidupnya. Mereka adalah nelayan jaring, pancing dan juga para penyelam pencari Thoe, sejenis kerang khas perairan payau.

Dari hutan mengrovenya, warga mencari penghidupan lain. Pencari kepiting, sidat, hingga pemburu belut.

Camat Kampung Laut, Nurindra Wahyu mengatakan upacara digelar di tengah Laguna Segara Anakan, tepatnya di Depan Kecamatan Kampung Laut, Desa Klaces, yang merupakan perairan laguna.

"Jadi upacara, kita berada di tengah laut. Nanti kemudian dilanjutkan Sailing Pass, atau parade perahu hias,” ucap Nurindra, Rabu petang, 14 Agustus 2019.

Upacara di tengah laut tentu saja tak bisa disamakan dengan upaca di tanah lapang. Perlu persiapan-persiapan matang agar upacara ini berjalan mulus. Tentu tak lucu, seandainya terjadi kecelakaan, misalnya ada petugas upacara jatuh ke dalam air.

Dalam upacara di tengah laut itu, prosesi pengibaran bendera, inspektur upacara, hingga petugas dan peserta akan berada di atas perahu masing-masing. Persiapannya pun mesti menimbang jumlah peserta yang diperkirakan mencapai 500 orang.

 

2 dari 3 halaman

Repot Persiapan Upacara di Tengah Laut

Permukiman warga di perairan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Keunikan upacara di tengah laut ini misalnya, pengibaran bendera di tengah laut. Tiang bendera berdiri di atas dua perahu yang disatukan dengan papan lebar.

Petugas pengibar bendera yang berjumlah tujuh orang akan mendatangi tiang bendera dengan menumpang perahu. Secara perlahan, para petugas mengayuh perahunya mendekat ke tiang bendera yang hanya seluas 4x4 meter.

“Tiga pengibar bendera dan empat pendamping,” ujarnya.

Peserta upacara di tengah laut ini berasal dari empat desa di Kecamatan Kampung Laut, meliputi Desa Klaces, Ujung Alang, Ujung Gagak dan Panikel. Mereka terdiri dari perangkat desa, masyarakat dan siswa sekolah.

Di luar itu ada pula tamu undangan. Mereka adalah tokoh masyarakat, perwakilan parpol, ormas dan kelompok-kelompok masyarakat, misalnya komunitas nelayan atau petani.

“Tamu undangan nanti di darat. Sedangkan petugas upacara dan peserta berada di perahu masing-masing,” dia menjelaskan.

Ada misi teremban dalam upacara di tengah laut ini. Nurindra bilang, Kampung Laut merupakan wilayah yang masih relatif terisolir.

Desa-desa di Kampung Laut terpisah oleh Laguna Segara Anakan dan dengan daratan utama Pulau Jawa. Di sisi lain, banyak potensi Kampung Laut yang belum tergara. Misalnya, wisata.

 

3 dari 3 halaman

Laguna Segara Anakan

Laguna Segara Anakan berhadapan dengan bahaya pendangkalan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Padahal, potensi wisata Laguna Segara Anakan sangat besar. Wisatawan, misalnya, bisa berwisata susur sungai, sembari melihat satwa endemik hutan mangrove. Bisa pula sembari memancing.

Mereka juga bisa menjajal jembatan apung, sebuah jembatan yang menghubungkan Desa Ujung Gagak dengan Klaces. Jembatan apung ini adalah yang pertama di Indonesia.

Momentum peringatan HUT RI ini bakal dimanfaatkan untuk mengenalkan Kampung Laut. Karenanya, usai upacara, warga akan mengggelar Sailing Pass atau parade perahu hias.

Sedikitnya 30 perahu sudah terdaftar mengikuti parade perahu ini. Mereka akan berkeliling kawasan Kampung Laut, utamanya di perairan Klaces.

Upacara di laut dan parade perahu hias dilakukan untuk menggugah semangat warga yang merupakan masyarakat pesisir. Bahwa mereka berdaulat dan bisa sejahtera dari lautnya.

Lebih jauh lagi, masyarakat diajak untuk mencintai lautan dan perairan dengan upaya-upaya pelestarian. Caranya pun tak rumit dan bisa dimulai dengan cara-cara sederhana.

Misalnya dengan tak lagi membuang sampah di sungai. Pun, tak lagi membalak kayu-kayu mangrove agar hutan payau tetap lestari.

Terlebih, Laguna Segara Anakan berhadapan dengan bahaya pendangkalan. Jutaan kubik sedimen dimuntahkan Sungai Citanduy dan sejumlah sungai utama pain yang bermuara di laguna.

“Tahun ini aksi bersih-bersih ada tapi di darat. dengan lomba lingkungan bersih,” dia menerangkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya