Bagaimana Tradisi Penyematan Haji Usai Jemaah Pulang dari Tanah Suci?

Masyarakat kita biasanya menambahkan kata haji atau hajjah saat menyebut nama mereka usai kepulangan dari Tanah Suci.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jul 2019, 14:42 WIB
Jemaah Haji Khusus Tiba di Madinah. Denny/MCH

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai upaya dan fasilitas semaksimal mungkin diberikan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) guna kelancaran jemaah Indonesia melaksanakan ibadah.

Dilansir dari keterangan tertulis Kementerian Agama (Kemenag) pada laman resminya www.kemenag.go.id, Jumat (26/7/2019), sebagai bagian upaya edukasi haji bagi masyarakat, pihaknya memfasilitasi acara Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa).

Acara itu menghadirkan filolog Oman Fathurahman, atau Kang Oman, yang juga sebagai Staf Ahli Menteri Agama.

Topik menarik yang diangkat salah satunya bertema Kisah Haji Nusantara. Artinya adalah soal tradisi meletakkan gelar Haji atau Hajjah yang biasa disematkan di depan nama usai menunaikan ibadah haji.

Di mana, hal tersebut rupanya memang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia.

"Tradisi itu sah-sah saja. Salah satu alasannya adalah sejak masa silam, perjalanan menuju Tanah Suci bagi orang Nusantara adalah perjuangan berat tersendiri," ucap Oman.

Menurutnya, hal tersebut yang kemudian lazim di Indonesia ada pemberian gelar usai menunaikan ibadah di Tanah Suci. Masyarakat kita biasanya menambahkan kata haji atau hajjah saat menyebut nama mereka.

Namun, Oman mengimbau, tradisi menyematkan gelar haji di depan nama jangan sampai merusak keikhlasan berhaji.

"Salah satu ciri haji mabrur adalah menjadi orang yang ikhlas dan muhsin (berbuat baik) sepanjang masa, selalu menebar kedamaian, baik ketika maupun usai menunaikan ibadah haji", pungkas Oman.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Mencerminkann Status Sosial Tertentu

Maskapai plat merah Garuda Indonesia, mengaku telah menyelesaikan fase keberangkatan penerbangan haji dengan menerbangkan sebanyak 107.959 jemaah calon haji.

Selain Oman, Antropolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi ikut menanggapi persoalan tersebut.

Dadi menilai, tradisi seperti itu sebetulnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di dunia Islam Melayu bagian lain juga begitu, baik Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan bahkan Thailand Selatan.

"Tradisi di Mesir Utara bahkan bukan hanya memberi gelar haji, tapi juga melukis rumahnya dengan gambar Ka'bah dan moda transportasi yang digunakan ke Makkah," ucap Dadi.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia, lanjut dia, gelar haji dinilai penting dan membanggakan, mencerminkan status sosial tertentu.

"Untuk itulah gelar haji dianggap layak dan terus disematkan bagi mereka yang berhasil melakukannya," tuturnya.

Dadi juga mengatakan, pada awal abad 20, industri perjalanan haji semakin besar. Sejumlah perusahaan kapal Belanda juga turut serta di dalamnya. Sehingga, kata dia, jumlah jemaah haji Indonesia semakin bertambah.

"Perjalanan haji relatif lebih mudah dan cepat, tapi gelar haji tetap digunakan dan bahkan semakin popular," jelasnya.

 

Reporter : Nabila Bilqis

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya