DPR Buka Pintu Bagi Pemerintah Tambah Defisit Anggaran

Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membuka pintu bagi pemerintah apabila ingin menambah besaran defisit anggaran

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jun 2019, 19:35 WIB
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menggelar Rapat Panja Perumus Kesimpulan Laporan Semester I dan Prognosis Semester II Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( RAPBN) 2018, Senin (23/7/2018). Yayu Agustini Rahayu/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membuka pintu bagi pemerintah apabila ingin menambah besaran defisit anggaran. Sesuai peraturan perundang-undangan, batas maksimal defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahunan yakni 3 persen.

Wakil Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah mengatakan, pemerintah diperbolehkan jika ingin memaksimalkan defisit anggaran batas maksimal tersebut. Asalkan defisit anggaran tersebut dipergunakan untuk keperluan belanja yang produktif.

"Defisit anggaran Malaysia 7 persen, Filipina 6 persen, Vietnam 5 persen. Kita dikasih maksimal 3 persen tapi yang diajukan hanya 1,5 persen. Kita ini negara yang sombong," kata Said dalam dalam rapat panja di ruang sidang DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Secara langsung Said menyebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak perlu khawatit disebut sebagai pencetak utang. Sebab, utang yang digunakan selama ini pun untuk kegiatan yang produktif "Tidak perlu takut, selagi utang itu untuk kegiatan produktif," imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Kelola Subsidi Sesuai Perencanaan

Suasana rapat kerja pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Perry Warjiyo, serta perwakilan Bappenas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di samping itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah mulai tahun depan dapat mengelola subsidi energi sesuai perencanaan. Khususnya terkait subsidi gas elpiji 3 kilogram (kg) yang sampai dengan saat ini diperjualbelikan secara bebas atau tidak tepat sasaran.

Sebelumnya Kementerian Keuangan mengusulkan defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar 1,52 - 1,75 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto).

"Antara utang dan non utang, kita melihat karena 1,52-1,75 persen dari PDB, berarti pemerintah akan tetap menutup melalui pembiayaan utang. Kalau kita melihat pembiayaan utang kita itu terus menurun tambahannya dari 2017 ke 2018 ke 2019 dan kita harapkan 2020 dia terus menurun," ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Kemenkeu: Defisit APBN di 2020 Masih 1,5 Persen

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara saat Seminar Reformasi Pajak di Jakarta, Senin (30/10). Seminar ini mengupas isu-isu yang mewarnai kelanjutan proses reformasi di bidang perpajakan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah mengusulkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun 2020 masih tetap defisit.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah mengusulkan anggaran defisit APBN 2020 berkisar 1,52 - 1,75 persen dari PDB.

"Antara utang dan non utang, kita melihat karena 1,52-1,75 persen dari PDB, berarti pemerintah akan tetap menutup melalui pembiayaan utang. Kalau kita melihat pembiayaan utang kita itu terus menurun tambahannya dari 2017 ke 2018 ke 2019 dan kita harapkan 2020 dia terus menurun," tuturnya di Komplek DPR RI, Selasa (26/5/2019).

Suahasil menjelaskan, target defisit tersebut tercatat lebih rendah dari defisit anggaran yang ditetapkan pada APBN 2019 sebesar 1,84 persen.

"Kami ingin sampaikan APBN tahun depat tetap sifatnya ekspansif dan terukur. Karena itu, kita melakukan anggaran defisit," terang dia.

Dia pun memaparkan, pembiayaan utang meningkat karena pembiayaan investasi dan signifikan untuk akselerasi pembangunan, peningkatan pembiayaan MBR dan untuk penguatan LPDP sebagai sovereign world fund.

"Jadi kebijakan ini artinya kita akan membelanjakan pengeluaran negara dan kita harapkan itu mendorong pembangunan termasuk rasio elektrifikasi, perlindungan sosial, dan belanja-belanja lainnya yang nanti akan secara lebih detail diurai dalam belanja negara," tambah dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya