Alasan Penentuan Awal Puasa Ramadan Masih Melalui Sidang Isbat

Lukman punya alasan tersendiri kenapa Kemenag selalu menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijah.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Mei 2019, 07:51 WIB
Tim hisab rukyat Kanwil Kemenag DKI Jakarta memantau hilal 1 Ramadan 1440 H menggunakan teleskop dari atap Gedung Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Minggu (5/5/2019). Tim hisab rukyat menggunakan jenis teropong seperti theodolite (kuning), teleskop, dan binokular. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin punya alasan tersendiri kenapa Kemenag selalu menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijah. Menurutnya, sidang isbat merupakan implementasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004.

Fatwa MUI tersebut menyatakan penetapan awal Ramadan, Syawal dan  Dzulhijjah itu menjadi wewenang kementerian agama dengan menggunakan dua metode. Yakni metode hisab dan rukyat.

"Hisab dan rukyat penting dilakukan untuk memberikan pandangan sebelum akhirnya mengambil keputusan dalam sidang," kata Lukmansaat memimpin Sidang Isbat Awal Ramadan 1440H di Kantor Kemenag, Jakarta, Minggu 5 Mei 2019. 

Lukman menyampaikan, bahwa kedua metode tersebut tidak semestinya dipertentangkan. Sebaliknya, dua metode tersebut bersifat saling melengkapi dan saling menyempurnakan.

"Karena rukyat memerlukan hisab, dan hisab pun perlu disempurnakan melalui rukyat. Jadi kalau hisab itu sifatnya informatif, maka rukyat adalah upaya kita untuk melakukan konfirmasi dari informasi yang kita dapat," jelas Menag dikutip dari situs kemenag.go.id.

Dia mencontohkan, dalam penentuan 1 Ramadan 1440 H, para peserta sidang telah memiliki pandangan awal berdasarkan hasil hisab atau perhitungan yang disampaikan oleh salah satu tim Falakiyah Kemenag Cecep Nurwendaya.

"Dari sisi hisab kita sudah mengetahui posisi hilal dari yang sudah dipaparkan oleh saudara Cecep Nurwandaya, posisinya sudah sangat memungkinkan hilal itu dilihat," terang Menag.

Dalam paparannya, Cecep menyampaikan hasil pantauan pada hari Mminggu, 5 Mei 2019 bertepatan dengan 29 Sya’ban 1440H, tinggi hilal di Indonesia antara 4030’59’’ sampai dengan 5042’59’’ atau 4,50 sampai dengan 5,70.

Selanjutnya, peserta sidang pun mendengarkan laporan para petugas pemantau hilal yang memberikan kesaksian di bawah sumpah.

"Lalu hitungan hisab ini dikonfirmasi oleh petugas kita yang kita tempatkan pada 102 titik di 34 provinsi di Indonesia," jelas Lukman.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

9 Petugas Lihat Hilal

Tim gabungan Rukyah dan Hilal Semarang melihat bulan di Menara  AL- Husna,  Komplek MAJT Semarang, Minggu (5/5/2019). Pemantauan hilal dilakukan di 102 titik Rukyatul Hilal dari 34 provinsi di Indonesia, dan metode yang digunakan pemerintah ialah rukyat. (Liputan6.com/Gholib)

Menurut Lukman, setidaknya ada sembilan petugas rukyat yang menyampaikan kesaksiannya di bawah sumpah, bahwa mereka melihat hilal. Petugas rukyat tersebut berasal dari Bangkalan, Gresik, Lamongan, Makasar, Brebes, dan Sukabumi.

"Setidaknya ada sembilan petugas kita yang menyampaikan kesaksiannya telah melihat hilal," imbuh Menag.

"Oleh karenanya dengan dua hal tadi, posisi hilal dan mendengar kesaksian petugas kita, maka seluruh peserta sidang isbat menetapkan bahwa 1 Ramadan 1440H, jatuh pada Senin 6 Mei 2019," pungkas Lukman Hakim.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya