Neraca Perdagangan Indonesia Surplus USD 540 Juta pada Maret 2019

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 0,54 miliar pada Maret 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Apr 2019, 11:53 WIB
Aktivitas di JICT, Jumat (15/3). Menko Perekonomian Darmin Nasution, mengisyaratkan kekhawatirannya terhadap kinerja impor yang kendur pada Februari 2019, meskipun hal ini membuat neraca perdagangan RI surplus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta pada Maret 2019.

Surplus ini berasal dari ekspor sebesar USD 14,03 miliar dan impor sebesar USD 13,49 miliar. 

"Neraca perdagangan surplus USD 0,54 miliar atau sekitar USD 540 juta," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (15/4/2019).

Suhariyanto mengatakan, surplus  ini berasal dari sektor nonmigas. Sementara sektor migas Indonesia mesih menyumbang defisit.

"Surplus sebagian besar didukung oleh ekspor non migas, sedangkan migas masih defisit," ujar dia. 

Dari sisi impor, Indonesia pada Maret 2019 mencatatkan impor sebesar USD 13,49 miliar. Angka ini naik jika dibandingkan dengan Februari 2019 sebesar USD 10,31 miliar.

"Meski demikian, posisi impor pada Maret ini mengalami penurunan jika dibandingkan secara year on year yaitu pada Maret 2018 sebesar 6,67 persen," tutur dia.

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

2 dari 4 halaman

Prediksi Ekonom

Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, ekonom prediksi neraca perdagangan alami defisit perdagangan sekitar USD 464 juta pada Maret 2019.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, neraca perdagangan Maret 2019 sekitar USD 464 juta.

Hal ini didorong laju ekspor diperkirakan terkontraksi -14,65 persen secara year on year (YoY) dan laju impor diperkirakan tumbuh melambat -4,81 persen YoY.

"Laju impor secara bulanan cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya terindikasi dari aktivitas manufaktur Indonesia pada Maret yang tercatat meningkat menjadi 51,2 dari bulan sebelumnya 50,1 persen," ujar Josua dalam catatannya, Senin, 15 April 2019.

Ia menuturkan, kenaikan indeks manufaktur domestik mengindikasikan kebutuhan impor bahan baku cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.

Selain itu, peningkatan nilai impor Maret juga terefleksi dari peningkatan ekspor Tiongkok ke Indonesia yang tercatat tumbuh 68 perse Month on Month (MoM) dari bulan sebelumnya yang terkontraksi -40 persen MoM di tengah faktor musiman Tahun Baru China yang sudah normal pada Maret.

"Di sisi lainnya, ekspor cenderung masih terkontraksi di tengah tren penurunan harga komoditas ekspor seperti kelapa sawit yang turun -4,5 persen MoM dan dan batu bara turun -3,4 persen MoM sehingga akan menekan kinerja ekspor Indonesia dari sisi harga," kata dia.

Sementara itu, dari sisi volume, volume ekspor Indonesia diperkirakan tertahan oleh penurunan indikator aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia seperti kawasan Euro, Amerika Serikat, Jepang dan India.

 

3 dari 4 halaman

IHSG Respons Positif Data Neraca Dagang pada Maret

Pekerja mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan Sekuritas, Jakarta, Rabu (14/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bertahan di zona hijau pada penutupan perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun merespons positif rilis data neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Maret 2019.

Indonesia mencatatkan surplus neraca dagang USD 540 juta pada Maret 2019. IHSG pun menguat 33,77 poin atau 0,53 persen ke posisi 6.439,79. Indeks saham LQ45 naik 0,57 persen ke posisi 1.014,24. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau.

Sebanyak 206 saham menguat sehingga mengangkat IHSG. 149 saham melemah dan 137 saham diam di tempat.

Total frekuensi perdagangan saham 221.759 kali dengan volume perdagangan 7,6 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 3,9 triliun. Investor asing jual saham Rp 165,67  miliar di pasar regular.

 

 

4 dari 4 halaman

Neraca Dagang Pada Februari 2019

Aktifitas kapal ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Proyeksi tersebut menyusut dari realisasi surplus di bulan sebelumnya yang sebesar US‎$ 1,23 miliar karena ekspor melemah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Februari 2019 surplus sebesar USD 0,33 miliar. Hal ini berbanding terbalik dari Januari 2019 yang defisit sebesar USD 1,16 miliar dan Februari 2018 yang defisit USD 120 juta.

"Sesudah 4 bulan kita mengalami defisit, Alhamdulillah bulan ini kita mengalami surplus. Kita berharap bulan-bulan berikutnya kita mengalami surplus," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, Jumat, 15 Maret 2019.

Dia menjelaskan, pada Februari 2019, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar USD 12,53 miliar. Sedangkan impor sebesar USD 12,2 miliar.‎

"Pada Februari 2019, total ekspor sebesar USD 12,53 miliar. Dibandingkan Januari 2019, berarti ada penurunan 10,03 persen," ungkap dia.

Sedangkan impor pada Februari 2019 juga menurun drastis yaitu 18,61 persen dibandingkan impor di Januari 2019.

Dia menjelaskan, neraca perdagangan ini dipengaruhi harga komoditas baik migas maupun nonmigas pada Februari 2019. ‎Sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan harga seperti‎ nikel, tembaga, seng, karet dan sawit. Sedangkan yang mengalami penurunan yaitu minyak kernel dan batu bara.

"Komoditas nonmigas yang mengalami peningkatan ada, tapi ada juga komoditas yang mengalami penurunan. Minyak mentah dan nonmigas ini berpengaruh pada nilai ekspor dan impor Indonesia," tandas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya