Platform Streaming Video Semakin Hits, Konten Berlangganan Terus Meningkat

Meski jumlah pengguna jauh lebih rendah, pengguna platform berbayar mengonsumsi 7,4 persen lebih banyak data ketimbang platform gratis.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 28 Feb 2019, 16:11 WIB
Ilustrasi live streaming (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu tren yang diprediksi MMA pada 2019 adalah meningkatnya konsumsi konten berlanggaran yang meningkat dibandingkan konten gratisan.

Hal ini, menurut Program Director MMA APAC Azalea Aina, tak terlepas dari kehadiran layanan platform  streaming video on demand seperti Netflix, iflix, HOOQ, VIU, dan lain-lain yang semakin marak dipakai di Indonesia.

Di Telkomsel, pertumbuhannya sebanyak 22 persen atau hampir dua kali lipat pertumbuhan konsumsi konten gratis yang hanya 12 persen.

Meski jumlah pengguna jauh lebih rendah, pengguna platform berbayar mengonsumsi 7,4 persen lebih banyak data ketimbang platform gratis.

Selain konten berlangganan, tren pemasaran yang juga populer adalah percakapan lewat aplikasi chatting, misalnya saja LINE.

"Di LINE, ada 168 brand yang memiliki akun official. Di mana akun ini dimoderatori oleh chatbot yang menggunakan kecerdasan buatan, tujuannya adalah memperluas dan mendukung upaya marketing dari brand tersebut," kata Azalea.

Tak hanya akun-akun resmi dari brand besar, sebanyak 2,5 juta pelaku UMKM juga memanfaatkan layanan serupa untuk bisa menjangkau konsumennya.

Peluang ini bisa dimanfaatkan untuk menjadi sarana platform iklan, terutama untuk menyasar pengguna layanan chatting tersebut.

 

 

2 dari 3 halaman

Gim Mobile

Program Director MMA APAC, Azalea Aina, memaparkan soal tren iklan mobile di Indonesia pada 2019 ini. (Liputan6.com/ Agustin S. Wardani)

Gim mobile rupanya juga menjadi salah satu tren iklan yang dibidik oleh MMA.

Pasalnya, menurut hasil penelitian terbaru dari Pokkt, Decision Labs, dan MMA, ada 60 juta gamer di seluruh Indonesia.

Uniknya, pemain gim mobile di Indonesia tak hanya didominasi oleh pria muda, melainkan juga perempuan dengan berbagai rentang usia.

Hasil survei MMA, di Indonesia 55 persen gamer adalah laki-laki dan 58 persen lainnya adalah perempuan.

Adapun usianya pun beragam, di mana 16-24 tahun adalah 64 persen, 25-34 tahun adalah 65 persen, usia 35-44 tahun ada 64 persen, dan usia 45-54 tahun sebesar 47 persen.

Belum lagi, gamer ibu-ibu dengan anak usia di bawah 10 tahun yang jumlahnya mencapai 55 persen.

Makanya, platform gim mobile pun bisa jadi sarana untuk beriklan, mengingat penggunanya yang cukup banyak dan beragam.

 

3 dari 3 halaman

Kesadaran Pengiklan

The Mobile Marketing Association (MMA) Indonesia membahas mobile outlook and trends 2019 (Foto:Liputan6.com/Bawono Y)

Tren berikutnya adalah tumbuhnya kesadaran pengiklan mengenai penipuan iklan atau ad-fraud.

Menurut Azalea, MMA mencatat bahwa penipuan iklan seluler di Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia.

Pasalnya, sebagian besar pengiklan di Indonesia tidak memantau penayangan iklan mereka, bahkan ada juga yang tidak sadar dengan masalah ini.

Oleh karenanya, salah satu agenda MMA di Indonesia adalah untuk mengedukasi pengiklan atau brand dengan masalah ad-fraud ini agar tidak terjadi lagi.

(Tin/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya