Kenaikan Bunga Penjaminan LPS Dorong Penguatan Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.045 per dolar AS sampai dengan 14.084 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 11 Jan 2019, 11:45 WIB
Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak menguat pada perdagangan Jumat pekan ini. Penguatan rupiah didukung sentimen dari dalam dan luar negeri.

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/1/2019), rupiah dibuka di angka 14.072 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.052 per dolar AS. Namun kemudian rupiah mampu kembali menguat ke 14.045 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.045 per dolar AS sampai dengan 14.084 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah menguat 2,21 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.076 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.093 per dolar AS.

"Fluktuasi rupiah masih bertahan di area positif di tengah sentimen Fed yang masih terlihat lunak terhadap kebijakan suku bunganya," kata Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada seperti dikutip dari Antara.

Pelaku pasar, lanjut dia, sempat menilai Bank Sentral Amerika Serika atau the Federal Reserve (the Fed) akan agresif dalam menaikan tingkat suku bunganya. Namun, risalah Fed pada Desember 2018 lalu cenderung dovish sehingga mengurangi kekhawatiran pelaku pasar di negara berkembang.

Ia menambahkan sikap optimisme pelaku pasar terhadap hasil perundingan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China juga masih menjadi faktor positif bagi mata uang di negara berkembang.

"Kesepakatan dagang akan berimbas pada membaiknya perekonomian global, termasuk Indonesia," katanya.

Dari dalam negeri, ia menambahkan sentimen dari Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) yang menaikan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 basis poin juga turut direspons baik pelaku pasar.

"Meski laju rupiah masih dapat bergerak positif, namun cukup rawan berbalik melemah menyusul beberapa data ekonomi AS yang dianggap positif," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

BI: Masyarakat Sudah Terbiasa dengan Fluktuasi Rupiah

Teller menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Hingga hari ini, US$ 1 dibanderol Rp 14.020. Rupiah menguat 0,71% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah berpendapat, masyarakat tampaknya sudah terbiasa dengan ketidakstabilan kurs rupiah yang kerap terjadi sepanjang 2018 silam. 

"Menurut saya, masyarakat sudah terbiasa dengan pergerakan itu," sebut dia saat berbincang dengan wartawan di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Dia beranggapan seperti itu lantaran selama tahun kemarin nilai tukar rupiah kerap terombang-ambing hingga mencapai kisaran pada angka 15.00 per dolar AS, namun perekonomian negara terpantau tetap stabil.

"2018 kita melewati level psikologis yang mengkhawatirkan terkait kurs rupiah. Sekarang level psikologis sudah tersentuh, dan ekonomi Indonesia tetap stabil," ungkapnya.

Nanang juga mengatakan, Bank Indonesia selaku pihak regulator tetap terjun ke pasar untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, baik di saat menguat ataupun melemah. Dia menambahkan, bank sentral negara memberikan ruang kepada market untuk ikut menentukan kurs rupiah.

"Kami berikan ruang rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar. Hari ini rupiah menguat, itu bagian dari mekanisme pasar," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya