Ada Pemilu, Permintaan Produk Makanan dan Minuman Bakal Melonjak

Pada kuartal III 2018, industri agro mencatatkan pertumbuhan di angka 7,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Jan 2019, 11:26 WIB
Petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkenalkan contoh lima surat suara Pemilu 2019 di Gedung KPU, Jakarta, Senin (10/12). Surat suara Pemilu 2019 terdiri atas Pilpres, Pileg tingkat Pusat, Provinsi, Kota, dan Kabupaten. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memasang target pertumbuhan sektor industri agro sebesar 7,10 persen pada 2019. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun lalu sekitar 6,93 persen.

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan,‎ kinerja sektor industri agro diproyeksi terdongkrak karena akan adanya lonjakan dari permintaan domestik pada momentum pemilihan umum (pemilu), seperti produk makanan dan minuman.

“Di tahun politik ini, ada beberapa sektor yang bakal meraih peluang besar, di antaranya adalah industri makanan dan minuman,” ujar dia di Jakarta, Minggu (6/1/2019).

Dia menjelaskan, pada kuartal III 2018, industri agro mencatatkan pertumbuhan di angka 7,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Kami optimistis, realisasi pertumbuhan industri agro di tahun 2019 akan lebih besar dari target 7,10 persen,” kata dia.

Selama ini, lanjut Sigit, industri agro menjadi sektor andalan dalam memacu kinerja industri pengolahan nonmigas, yang juga turut menopang pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pertumbuhan tersebut didukung oleh tumbuhnya masing-masing subsektor, seperti industri makanan dan minuman, industri hasil tembakau, industri pengolahan kayu, bambu dan rotan, industri kertas dan berbahan kertas, serta industri furnitur,” ungkap dia.

Pada semester I 2018, industri agro menyumbang hingga 49,11 persen dari total produk domestik bruto (PDB) sektor nonmigas. Di periode yang sama, ekspor dari industri agro berkontribusi mencapai USD23,26 miliar atau 26,43 persen terhadap total ekspor nasional. “Artinya, produk-produk agro kita telah mampu berdaya saing global,” lanjut dia.

Bahkan, investasi di industri agro juga menjadi motor penggerak pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia. Pada semester I 2018, penanaman modal dalam negeri (PMDN) di industri agro mencapai Rp 24,32 triliun, sedangkan penanaman modal asing (PMA) menembus angka USD 1,1 miliar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

CPO

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memaparkan kinerja positif dari beberapa subsektor industri agro, antara lain industri pengolahan crude palm oil (CPO), kakao, dan gula. Di industri pengolahan sawit, program implementasi B-20 mendorong pertumbuhan pasar domestik produk hilir sebesar 6,5 persen serta ekspor produk pangan dan biofuel kelapa sawit tumbuh hingga 7,4 persen.

“Saat ini, rasio ekspor produk hilir di industri CPO sebesar 80 persen dibandingkan produk hulu. Investasi mencapai USD 1,2 miliar dengan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 2.000 orang dan 32 ribu tenaga kerja tidak langsung,” papar dia.

Pada 2019, pasokan biodiesel ditargetkan sebesar 6,1 juta ton yang didukung dengan pabrik biodiesel nasional berkapasitas terpasang mencapai 12,75 juta kilo Liter.

Sementara itu, industri pengolahan kakao, terjadi peningkatan utilitas menjadi 61 persen pada 2018 dibanding 2017 sekitar 59 persen. Selanjutnya, industri pengolahan kakao menikmati surplus hingga USD 770 juta dengan peningkatan ekspor cocoa butter sebesar 19 persen dan cocoa powder 18 persen pada Januari-September 2018.

Sedangkan, pertumbuhan di industri gula didukung oleh pembangunan tiga pabrik gula baru dengan total investasi mencapai Rp 16,16 triliun dan kapasitas hingga 35 ribu TCD. Ketiga pabrik gula baru itu adalah Rejoso Manis Indo di Blitar, Muria Sumba Manis di NTT, dan Pratama Nusantara Sakti di Ogan Komering Ilir.

“Kami bertekad untuk terus memacu industri agro di Indonesia agar lebih produktif dan kompetitif, dengan pemanfaatan teknologi terbaru sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Apalagi, industri makanan dan minuman akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri 4.0,” tandas Sigit.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya