BPS Bantah Tudingan Sandiaga soal Makan Siang di Jakarta Mahal

Harga ayam goreng stabil, ayam bakar stabil, gado-gado stabil, umumnya stabil, nasi lauk stabil, sate stabil.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Okt 2018, 09:45 WIB
Suasana warung Tegal di jalan Sam Ratulangi, Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta akan memberlakukan pajak sebesar 10 persen untuk usaha warteg yang berpendapatan diatas Rp 60 juta per tahun.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno melontarkan isu terkait ketahanan pangan dan harga bahan pokok. Sebagai parameter, Sandi membandingkan harga sepiring makan siang di Jakarta yang disebutnya lebih mahal ketimbang di Singapura.

Namun Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jika inflasi di Jakarta sebenarnya cenderung stabil. Bahkan pada September 2018, Ibu Kota mengalami deflasi sebesar 0,13 persen.

"Deflasi terkait ayam 0,11 persen, daging sapi 0,01‎ persen, juga ikan-ikanan bawal, gurame, lele juga deflasi. Deflasi terkuat dari ikan-ikananItu informasi terkini, yang terjadi di September," ujar Direktur Statistik Harga BPS Nurul Hasanudin saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/10/2018).

Sementara untuk makanan jadi, lanjut dia, juga cenderung stabil, baik untuk jenis makanan lokal maupun asal negara lain.

"Ayam goreng stabil, ayam bakar stabil, gado-gado stabil, umumnya stabil, nasi lauk stabil, sate stabil. Telur asin naik. Memang tidak bisa secara langsung angka inflasi merepresntasikan satu komoditas. Makanan Jepang stabil, fuyunghai juga stabil," ungkap dia.

Meski demikian, kata Nurul, pembentukan indikator harga tersebut bukan hanya berdasarkan 1 item komoditas, melainkan terdiri dari 895 item. Oleh sebab itu, untuk menentukan apakah harga makan siang di Jakarta murah atau mahal harus dilihat lebih. 

"Memang kita perlu memahami bahwa untuk membangun indikator inflasi tidak hanya dari 1 komoditas tapi 895 komoditas. Untuk makanan jadi ada lebih dari 100 komoditas seperti lauk, bakso. Itu tidak bisa dibandingkan apple to apple. Ketika deflasi ikan, beras inflasi, ketika kita agregatkan itu menjadi deflasi," tandas dia.

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sandiaga: Nasi Ayam di Singapura Lebih Murah daripada di Indonesia

Cawapres Sandiaga Uno usai pengundian nomor urut di Pilpres 2019. (Liputan6.com/ Ady Anugrahadi)

Calon wakil presiden Sandiaga Uno membandingkan harga bahan pangan Indonesia dengan Singapura dan India. Ia mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapatkan, harga berbagai bahan pangan di India seperti beras dua kali lipat lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia.

Tak hanya itu, harga sepiring nasi ayam di Singapura juga lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia. Jika di Singapura harga sepiring nasi ayam sekitar 3,5 dolar Singapura (SGD) atau sekitar Rp 35 ribu, di Indonesia harganya sekitar Rp 50 ribu.

Hal ini disampaikan Sandi usai bertemu para milenial di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).

"Jadi kalau misalnya di Singapura sepiring chicken rice itu 3,5 dolar (SGD) atau Rp 35 ribu, di sini mungkin bisa Rp 50 ribu," sebutnya.

Sandiaga mengatakan informasi ini ia dapatkan dari tim ekonomi Prabowo-Sandi. Tim ekonomi tersebut mengumpulkan informasi tersebut dari berbagai sumber data.

"Tim ekonomi yang menyadur informasi-informasi yang didapat dari beberapa data, data dari World Bank yang menyatakan bahwa harga bahan pangan di Indonesia jauh lebih mahal, dua kali lipat dari di India. Dan sepiring makan siang seperti di Bebek Kaleyo ini kalau dibandingkan dengan kualitas yang sama di Singapura jauh lebih mahal di sini," jelas Sandiaga.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya