Jokowi, Dana Desa, dan Pemanfaatannya

Delapan puluh tiga persen dana desa di Jawa Tengah dimanfaatkan untuk infrastruktur. Diusulkan agar pemanfaatan dana desa lebih luas lagi.

oleh Felek Wahyu diperbarui 17 Sep 2018, 22:00 WIB
Presiden Joko Widodo berjongkok dan berbincang dengan buruh yang membangun talud desa di Grobogan. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Liputan6.com, Grobogan - Dalam kunjungannya ke Kabupaten Grobogan, Presiden Joko Widodo disuguhi hasil program Padat Karya Tunai (PKT). Pembangunan talud jalan di Desa Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ialah salah satu proyek yang mencoba pamer sukses program PKT.

Pembangunan talud itu menggunakan dana desa dari Kemendes PDTT. Kebaradaan talud itu diharapkan mampu berfungsi sebagai penahan longsor. 

Menteri PDTT, Eko Putro Sandjojo menyebutkan bahwa tenaga yang bekerja juga bisa dibayar sesuai UMK Grobogan. Upah itu dibayar harian, diberikan sore hari.

"Upah untuk kepala tukang sebesar Rp 100.000, tukang Rp 90.000, dan buruh sebesar Rp 70.000," kata Eko, Minggu (16/9/2018).

Tahun 2018, Desa Tambirejo mendapatkan dana desa Rp 829.597.000. Melalui hasil musyawarah desa, dengan menggunakan anggaran dana desa 2018 tahap II sebesar Rp 50 juta, dibangunlah talud yang fungsinya menahan longsor dan memperlancar jalur air.

"Tadi saya lihat pembangunan infrastrukturnya sudah cukup bagus, agak kering sedikit karena bendungannya sedang diperbaiki," kata Eko.

Selain infrastruktur, keberadaan dana desa diharapkan mampu membuka atau meningkatkan pengembangan ekonomi. Seperti, pembuatan desa wisata. Sawah jadi case country. Ke depannya ada program 100 desa dengan memberikan bantuan afirmasi Rp 150 miliar untuk 100 desa.

Simak video menarik berikut di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Jangan Hanya Infrastruktur

Tasy Deny Septiviant, pegiat HAM dan perlindungan anak melayanhkan somasi kepada kepala sekolah SMA Negei 1 Semarang untuk menjamin hak belajar Anin dan Afif. (foto: Liputan6.com/dok.pribadi/edhie prayitno ige)

Sementara itu, Koordinator Pendamping Desa Provinsi Jawa Tengah, Denny Septiviant menyatakan bahwa implementasi dana desa dari tahun ke tahun semakin membalik. Nota kesepahaman antara Kapolri, Kemendesa dan Kemendagri membuat pengelola lebih percaya diri.

"Polisi dalam hal ini Bhabinkamtibmas turun bersama masyarakat mengawasi langsung. Ini sangat positif," kata Denny.

Namun Denny melihat masih ada celah, yakni perlu didorong pula peran Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sudah memberikan payung hukum yang jelas sehingga BPD tidak perlu ragu.

"Adanya mekanisme ‘check and balance’ ini akan meminimalisir penyalahgunaan keuangan desa," katanya.

Sedangkan dari sisi penggunaan, Denny menyoroti penyerapan dana desa agar tidak hanya untuk infrastruktur. Saat ini di Jawa Tengah hanya 17 persen saja yang memanfaatkan dana desa untuk pengembangan sumberdaya manusia dan pemberdayaan masyarakat.

"SDM desa sebagai social capital masih perlu banyak dikembangkan. Infrastuktur diarahkan juga untuk peningkatan SDM ini. Pembangunan madrasah, sekolah dan tempat ibadah itu contoh pembangunan infrastruktur yang terkait langsung dengan peningkatan SDM," katanya.

Namun ditawarkan pula bahwa program peningkatan honor guru desa, membuatan BUMDES, atau honor takmir masjid bisa juga memanfaatkan dana desa.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya