Bos BCA: Rupiah Stabil, Suku Bunga Acuan Bakal Tetap

Bank Indonesia (BI) menggelar rapat dewan gubernur (RDG) selama dua hari pada 18-19 Juli 2018.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Jul 2018, 13:38 WIB
Presiden Direktur PT BCA Tbk, Jahja Setiaatmadja (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menggelar rapat dewan gubernur (RDG) selama dua hari pada 18-19 Juli 2018. BI diprediksi tetap pertahankan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate di 5,25 persen.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja menuturkan, BI telah menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) pada Juni 2018. Dengan kenaikan suku bunga acuan itu, Jahja menilai pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Sudah naik 50 basis poin jadi bisa tahan dulu. September boleh naik lagi,” ujar Jahja lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Kamis (19/7/2018).

Ia menuturkan, ada ruang kenaikan suku bunga acuan pada September kemungkinan sekitar 0,25 persen.

BI menggelar pertemuan pada 18-19 Juli 2018 ini. Dalam rapat dewan gubernur (RDG) akan memutuskan BI 7 days reverse repo rate atau suku bunga acuan.

 

2 dari 2 halaman

Suku Bunga Acuan Naik 50 Basis Poin Jadi 5,25 Persen

Bank Indonesia AFP PHOTO / ROMEO GACAD

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Bulanan yang berlangsung dua hari, pada 28 sampai 29 Juni memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen.  

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, Dewan Gubernur memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,5 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps juga menjadi 6 persen.

"Keputusan ini berlaku efektif hari ini 29 Juni 2018," jelas dia di Gedung Bank Indonesia, Jumat 29 Juni 2018.

Menurut Perry, kebijakan tersebut merupakan langkah lanjutan BI untuk secara preventif dalam rangka menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar kuangan global yang masih tinggi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya