Polri: UU Terorisme yang Sekarang Menghambat Penindakan

Polri terus mengingatkan pemerintah agar segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Antiterorisme yang baru, pascateror yang terjadi belakangan ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2018, 18:20 WIB
Ilustrasi Terorisme. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Polri terus mengingatkan pemerintah agar segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Antiterorisme (UU Terorisme) yang baru, pascateror yang terjadi belakangan ini. Polisi beralasan, UU yang ada saat ini menghambat untuk menindak terorisme.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mencontohkan, polisi baru bisa bergerak ketika teror baru terjadi. Kemudian, polisi baru bisa menahan dan menggali informasi dalam waktu tujuh hari setelahnya.

"Kewenangan mencegah pelaku dalam aksi sangat lemah," kata Setyo dalam pesan tertulisnya, Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Revisi UU 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sendiri pertama diajukan sejak terjadinya bom Thamrin. Pembahasannya telah masuk ke rancangan UU di DPR, tetapi belum juga disahkan.

Polri berharap, UU Terorisme yang terbaru dapat memberikan wewenang lebih pada Polri untuk melakukan fungsi pencegahan.

"Penanganan terpadu dan efektif butuh payung hukum yang lebih kuat," ujar Setyo.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Perdebatan

Dia pun mengungkapkan, dari sisi RUU Antiterorisme sendiri ada beberapa materi perdebatan yakni Pasal 1 Ayat 1 tentang definisi giat terorisme. Lalu, Pasal 25 Ayat 2 tentang perpanjangan penahanan untuk terduga teroris. Kemudian Pasal 31 Ayat 1 B tentang penyadapan terhadap terduga teroris.

Selanjutnya, Pasal 12b Ayat 5 tentang pencabutan kewarganegaraan. Pasal 43 a tentang penahanan seseorang terduga selama 6 bulan dan Pasal 43b Ayat 1 tentang bantuan TNI dalam penanggulangan terorisme.

"Selain itu, pembahasan ujaran kebencian juga perlu dimasukkan untuk memperkuat UU ITE," ungkap Setyo.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya