Aksi Guru Purwokerto Tampar Siswa Coreng Dunia Pendidikan

Aksi guru Purwokerto tampar siswa kembali mencoreng dunia pendidikan, yang bukan mencerminkan disiplin positif.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 22 Apr 2018, 11:00 WIB
Sebelum aksi kekerasan guru yang berupa menampar pipi itu terjadi, siswa tersebut tak kunjung masuk kelas karena sarapan di kantin. (Liputan6.com/Galoeh Widura)

Liputan6.com, Jakarta Video viral seorang guru menampar siswa dengan sangat keras tengah menjadi sorotan publik. Aksi tersebut dilakukan seorang guru tidak tetap SMK Kesatrian Purwokerto, Jawa Tengah. Bahkan ada video lain yang menunjukkan 9 siswa yang juga menjadi korban tamparan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengecam peristiwa yang dianggapnya mencoreng dunia pendidikan itu. 

“Tentu saja peristiwa ini kembali mencoreng dunia pendidikan Indonesia. Segenap pengurus FSGI menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kasus ini,” ujar Heru sebagaimana rilis yang diterima Health Liputan6.com, Minggu (22/4/2018).

Kekerasan guru terhadap siswa di Indonesia cukup sering terjadi. Menurut Heru, hal ini terjadi karena adanya anggapan, mendidik dan mendisiplinkan anak harus dilakukan dengan kekerasan.

Tindak kekerasan dengan alasan apapun tidak dibenarkan. Apalagi tindakan itu dilakukan guru terhadap siswanya.

“Alasan guru melakukan tindak kekerasan karena guru beranggapan, kekerasan diperlukan untuk mendisiplinkan siswa. Jika guru beranggapan seperti itu, maka akan selalu ada korban kekerasan di sekolah. Sulit memutus rantai kekerasan di sekolah,” Heru menambahkan.

 

 

 

Simak video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kompetensi kepribadian

Guru tidak tetap di SMK Kesatrian Purwokerto yang menampar sembilan siswa yang telat masuk kelas telah ditetapkan sebagai tersangka. (Liputan6.com/Galoeh Widura)

Perilaku guru yang melakukan tindak kekerasan dengan menampar siswa tidak mencerminkan kompetensi kepribadian sang guru. Sementara, indikator kompetensi kepribadian guru di antaranya kepribadian yang mantap dan emosi yang stabil.

Guru pun dibekali kemampuan manajemen pengelolaan kelas. Dalam hal ini, setiap guru pasti akan menghadapi anak yang perilakunya agresif dan sulit diatur.

“Memberikan sanksi kepada siswa haruslah bersifat mendidik, bukan dengan kekerasan. Siswa yang dianggap tidak tertib harus dibina dan diberikan sanksi berupa disiplin yang positif. Menampar siswa yang tidak tertib bukan displin yang positif, tetapi justru melanggar UU Perlindungan Anak,” ungkap Mansur, pengurus daerah FSGI di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya