Nyepi dan Upaya Pengurangan Polusi Udara

BMKG meyakini penghentian aktivitas ketika Nyepi mampu mengurangi gas polutan hingga 70 persen.

Oleh TimesIndonesia.co.id diperbarui 17 Mar 2018, 07:01 WIB
Umat Hindu Bali melakukan upacara Melasti di pantai Petitenget, Bali, Rabu (14/3). Sebelum Hari Raya Nyepi, masyarakat Bali yang beragama Hindu melakukan upacara Melasti ke laut. (AFP Photo/Sonny Tumbelaka)

Denpasar - Setiap perayaan Hari Raya Nyepi di Bali, aktivitas seluruh warga Bali berhenti total. Momentum ini digunakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mengukur parameter cuaca dan kualitas udara saat Hari Raya Nyepi.

Peneliti Muda di Bidang Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Pusat, Radyan Putra Pradana mengatakan ada dua komponen yang diukur oleh BMKG, Gas Rumah Kaca (GRK) dan partikulat atau debu. Hal ini, bertujuan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas manusia secara nyata berkontribusi kepada kenaikan gas rumah kaca dan zat-zat tercemar.

Untuk mengetahui atau menganalisis hal tersebut, ada beberapa alat yang dipasang oleh BMKG. Seperti alat Sensync, Sinyei, MetOne, dan Gray Wolfb yang mengidentifikasi beberapa jenis gas-gas polutan, partikel debu, dan GRK.

"Alat itu, kami pasang di lima titik di kawasan Bali, di Denpasar, Bedugul Tabanan, Singaraja, Karangasem, dan Jembrana Bali. Kemudian, satu di Banyuwangi," ujarnya kepada Times Indonesia, Kamis, 15 Maret 2018, sore.

Pradana juga menjelaskan, pemasangan alat di luar Bali yaitu Banyuwangi, tujuannya untuk mengetahui apakah ada kenaikan dari kualitas udara ambien di sekitar wilayah Banyuwangi. Karena, saat Hari Raya Nyepi, biasanya banyak terjadi perpindahan manusia keluar pulau Bali.

"Maksud kami, memasang peralatan di Banyuwangi itu,untuk melihat sejauah mana pengaruh Nyepi di luar Bali. Atau aktivitas di Banyuwangi," imbuhnya.

 

Baca berita menarik lainnya dari Timesindonesia.co.id.

 

2 dari 2 halaman

Penurunan Polutan Capai 70 Persen

Umat Hindu Bali bersiap melakukan upacara Melasti di pantai Petitenget, Bali, Rabu (14/3). Jelang raya Nyepi, umat Hindu di Bali mulai melakukan rangkaian kegiatan atau upacara. (AFP Photo/Sonny Tumbelaka)

Pemasangan alat tersebut, sudah dilakukan sejak 11 Maret 2018, sampai Hari Raya Nyepi usai pada pada 18 Maret 2018 mendatang. Kemudian, baru bisa mengetahui hasil dari seberapa besar turunnya gas-gas polutan, partikel debu, dan GRK di Bali.

"Kita nantinya menganalisa, hasil dari sensor alat-alat itu. Sejauh mana turunnya sepanjang Nyepi itu berjalan," ujar Pradana.

Namun, dari hasil data yang didapat dari tahun 2013 sampai 2017 penurunan gas-gas polutan, partikel debu, dan GRK di Bali sangat signifikan. Tercatat, pada tahun 2015, gas CO2 75 persen dan pada tahun 2017 sekitar 87 persen.

"Artinya di beberapa parameter misalkan seperti CO2, SO2 dan NO2 itu menunjukkan penurunan yang sangat signifikan," papar Pradana.

Menurut Pradana, setiap Hari Raya Nyepi di Bali tentunya akan mengalami penurunan gas-gas polutan yang sangat signifikan. Seperti di Denpasar, yang memang terbesar partikulatnya karena mewakili daerah Kota dengan aktivitas jumlah penduduk yang banyak, akan mengalami penurunan tersebut.

"Kalau dari angka statistik untuk paling banyak partikulatnya di Kota Denpasar. Jika dibandingkan wilayah lain di Bali. Namun, saat Nyepi bisa menurun sampai 70 atau 80 persen," tutupnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya