Ketua Komisi II Persilakan KPK Proses Hukum Peserta Pilkada yang Korupsi

Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mempersilakan KPK menjalankan tugas, pokok penyidikan terhadap peserta Pilkada 2018 yang terindikasi korupsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mar 2018, 07:27 WIB
Ketua Komisi II Zainuddin Amali. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap peserta Pilkada 2018 yang terindikasi korupsi. Namun, dia meminta KPK harus objektif.

"Saya berpandangan silakan KPK menjalankan tupoksinya tanpa harus kita intervensi, tapi harus secara objektif," kata Amali di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/3/2018) seperti dilansir Antara.

Dia menilai KPK memiliki tugas pemberantasan korupsi dalam situasi dan kondisi apapun sehingga mereka harus menjalankan tupoksinya tersebut.

Menurut dia, KPK tidak harus memenuhi permintaan pemerintah agar menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah petahana yang diduga korupsi.

Amali mengatakan Komisi II DPR pernah rapat konsultasi dengan KPK, Polri, dan Kejaksaan bila ada peserta Pilkada yang terlibat kasus hukum. Namun, belum ada kata sepakat karena ada fraksi yang tidak setuju.

 

2 dari 2 halaman

Permintaan Menko Polhukam

Menko Polhukam Wiranto usai melakukan pertemuan dengan Ketua KPU, Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (6/3). Pertemuan berlangsung sekitar satu jam dan tertutup. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menunda pengumuman mengenai calon kepala daerah dalam Pilkada 2018 yang menjadi tersangka kasus korupsi.

"Ditunda dahululah penyelidikannya, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi dan sebagai tersangka," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin 12 Maret 2018.

Dia menjelaskan permintaan penundaan itu dimaksudkan agar tahapan pilkada serentak serta pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi calon kepala daerah Menurut dia, risiko dengan cakada dipanggil sebagai saksi atau tersangka itu akan bolak-balik KPK dan berpengaruh pada perolehan suara dan terhadap pencalonannya.

Wiranto mengatakan penetapan calon kepala daerah sebagai tersangka oleh KPK itu juga dapat berimbas ke ranah politik.

"Kalau sudah dinyatakan sebagai paslon, itu berarti bukan pribadi lagi, melainkan milik para pemilih, milik partai- partai yang mendukungnya, milik orang banyak," ujar Wiranto.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya