Konvoi Lamborghini Kecelakaan Beruntun, Apa Faktor Penyebabnya?

Jika terjadi kecelakan beruntun maka ada beberapa faktor penyebabnya, salah satunya perilaku pengendara yang secara indikator pengemudi tidak antisifpatif.

oleh Herdi Muhardi diperbarui 09 Mar 2018, 20:45 WIB
Kecelakaan diduga libatkan supercar Lamborghini di Cipali (dok. Polda jabar)

Liputan6.com, Jakarta - Rombongan supercar Lamborghini mengalami kecelakaan beruntun di Tol Cipali, Subang, Jawa Barat, Jumat (9/3/2018) siang.

Meski belum ada rilis resmi, namun kabarnya beberapa mobil mewah ikut menjadi korban. Dikabarkan, tak ada korban jiwa dalam insiden beruntun.

Menyoal kecelakaan beruntun yang dialami mobil mewah ini, penggiat keselamatan berkendara sekaligus, pendiri dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu angka bicara.

Menurutnya, biasanya jika terjadi kecelakan beruntun maka ada beberapa faktor penyebabnya, salah satunya perilaku pengendara yang secara indikator pengemudi tidak antisipatif.

“Pengemudi yang tidak antispatif adalah ketika mereka melakukan manuver tiba-tiba seperti ngerem mendadak, serong atau berkelit atau swift ke kiri, ke kanan, menyusul, pokoknya manuver tiba-tiba. Itu diindikasikan adalah seorang yang tidak antisipatif,” jelas Jusri saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (9/3/2018).

 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Lebih lanjut Jusri menyatakan, pengemudi yang tidak antisipatif saat mengemudi di jalan tol di indikasi karena kaget.

“Karena dia tidak bisa mengindikasi bahaya sejak awal. Dan harusnya dia harus indikasi sejak awal,” ucapnya.

“Misalnya dia konvoi, bahaya yang mengancam dia adalah bahaya dari depan dan bekakang. Bahaya di depan dia akan ngerem mendadak dan dia akan nabrak. Atau sebaliknya, mobil di belakang menarkan karena ketidak mampuan dia menyikapi,” tambahnya.

Jusri menyatakan, jika mengemudi atau konvoi  di jalan bebas hambatan dengan kecepatan tinggi, maka pengemudi seharusnya sangat konsentrasi penuh. Meskipun mobil dianggap sangat mumpuni dalam berakselerasi dan sistem pengereman yang cepat, namun hal itu tidak menjadi acuan.

“Artinya ketika mereka ada di sana, mereka harus full konsetrasi, pintar membaca, menginterprestasikan tanda-tanda bahaya yang sudah menjelma akan menjadi ancaman, maupun yang belum menjelma jadi ancaman,” terangnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya