Kisah Orang yang Kehilangan Anggota Keluarga Akibat Wabah Ebola Afrika

Kehidupan terus berlanjut sepeninggal anggota keluarga yang meninggal karena wabah virus ebola di Afrika Barat, simak kisah orang-orang ini.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 27 Feb 2018, 09:00 WIB
Sejumlah anak berjalan melewati dinding yang bertuliskan 'Ebola' di Monrovia, Liberia, 31 Agustus 2014. Liberia melarang para awak kapal untuk berlabuh di negara-negara yang rentan epidemi Ebola. (AFP PHOTO/DOMINIQUE FAGET)

Liputan6.com, Liberia, Afrika Barat Wabah virus ebola di negara-negara Afrika Barat di Liberia, Guinea, dan Sierra Leone meninggallkan duka mendalam di hati orang-orang yang masih hidup. Tak terasa, sudah empat tahun berselang, sejak ebola dilaporkan mewabah pada 2014.

Kehidupan masyarakat, sepeninggal anggota keluarga yang meninggal karena ebola harus terus berjalan. Virus Ebola menyebabkan ribuan korban jiwa di tahun 2014. Di Liberia, lebih dari 4.800 orang meninggal, sementara 10.672 terinfeksi ebola.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menunjukkan, dari Agustus sampai September 2014, ditemukan sekitar 300-400 kasus tiap minggu, baik korban yang meninggal maupun terinfeksi ebola di Liberia.

Jurnalis foto Hugh Kinsella Cunningham berhasil mendokumentasikan, orang-orang di Afrika yang masih hidup, khususnya di West Point. Itu adalah kota berpenduduk padat di bagian Monrovia, Liberia.

Wabah ebola pada 2014 menyebabkan lebih banyak kematian daripada kasus virus ebola yang pertama kali ditemukan pada tahun 1976.

Ketika pemerintah memberlakukan jam malam dan mengkarantina kawasan West Point dalam upaya menghentikan wabah ebola yang mematikan, terjadi kerusuhan.

Cucu Eva Nah terbunuh oleh polisi saat ia sedang berdemonstrasi di karantina.

"Yang dia inginkan, hanyalah bermain sepak bola dan menjadi montir," kenang Eva, dikutip dari BBC, Selasa (27/2/2018). "Ayah dan ibunya meninggal karena ebola. Jadi, aku adalah segalanya baginya."

 

 

 

Simak video menarik berikut ini:

2 dari 3 halaman

Kehilangan adik hingga istri

Ribuan korban jiwa karena wabah ebola yang melanda Afrika pada 2014.

Rita Carol kehilangan adik kesayangannya karena ebola. Sebelum meninggal, adik Rita biasa menjajakan makanan di jalan-jalan sempit West Point.

Sang adik juga telah punya cukup tabungan untuk membeli lemari es dan memulai bisnis baru penjualan es. Rita berharap, adiknya punya kehidupan yang baik di masa depan. Namun, sebelum harapan itu terwujud, nyawa adiknya terenggut ebola.

Lain pula cerita J Roberts, setelah kehilangan istri karena ebola, ia memulai bisnis.

"Istri saya dikremasi, bukan dikuburkan. Jadi, rasanya dia 'hilang selamanya.' Saya memutuskan berkonsentrasi mengurus keempat anak kami. Uang adalah kebutuhan yang penting untuk mereka (anak-anak)," ungkap Roberts.

Sehari-hari Roberts berjualan air bersih. Ia juga menawarkan penggunaan bilik untuk mencuci. Fasilitas yang dibuatnya sangat bermanfaat bagi masyarakat karena sanitasi terbilang sangat buruk di daerah tersebut.

3 dari 3 halaman

Hidup miskin

Kisah orang yang bertahan hidup sepeninggal anggota keluarganya yang meninggal karena wabah ebola di Afrika Barat. (Liputan6.com/Sangaji)

Di tengah-tengah orang yang terus berupaya bertahan hidup dengan mencari pekerjaan yang baik atau pindah tempat tinggal. Ada cerita dari mantan pekerja pembuangan mayat. Sebagian besar pekerja yang terlibat pemakaman korban ebola di Sierra Leone kini hidup miskin.

Kesempatan kerja yang ditawarkan hanya sedikit. Selama wabah ebola, Mohammed Kanu dipekerjakan oleh pemerintah untuk membuang mayat dengan aman.

Kini, tidak ada pekerjaan lain yang ditawarkan kepadanya. Ia sekarang merawat kuburan yang ditumbuhi dengan sedikit bayaran. Banyak pekerja pembuang mayat menghadapi kemiskinan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya