Neraca Dagang RI Diperkirakan Masih Defisit pada Februari 2018

Indonesia sebenarnya tengah masuk ke fase normalisasi neraca perdagangan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Feb 2018, 13:00 WIB
Seorang pekerja wanita melakukan pengepakan beras di provinsi Chainat, Thailand (16/12/2015). Bulog menargetkan impor beras tahun ini sebesar 1,5 juta ton di mana 1 juta ton dari Vietnam dan 500.000 ton dari Thailand.(REUTERS / Jorge Silva)

Liputan6.com, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih akan defisit pada Februari 2018. Pada Januari 2018, neraca dagang Indonesia mengalami defisit US$ 670 juta.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, defisit neraca perdagangan pada Januari tetap akan berlanjut pada Februari, terutama disumbang oleh impor minyak dan gas (migas) serta impor pangan.

"Tapi, defisit lebih rendah karena harga minyak mentah yang sebelumnya mencapai US$ 70 per barel perlahan turun jadi US$ 64 dolar per barel," ungkapnya ketika dihubungi Liputan6.com di Jakarta, seperti dikutip Minggu (18/2/2018).

Menurut Bhima, Indonesia sebenarnya tengah masuk ke fase normalisasi neraca perdagangan. Hal itu dicerminkan oleh kegiatan impor bahan baku dan sektor non-migas yang mengalami pertumbuhan.

"Pertumbuhan kelompok impor bahan baku hingga 24,7 persen (yoy) dan barang modal 30,9 persen (yoy) pada Januari 2018 mencerminkan industri manufaktur kembali bergeliat. Ini sinyal yang positif, setelah libur natal dan tahun baru kemarin sektor manufaktur kembali melakukan produksi," jelas dia.

"Tren ini juga berkaitan dengan ekspor non-migas yang tumbuh 10,86 persen. Kenaikan ekspor non-migas diprediksi akan terus berlanjut tahun ini. Prospek permintaan global, khususnya China, diperkirakan tumbuh 6,9 persen. Itu akan menjadi penopang kinerja ekspor Indonesia," tambahnya.

 

2 dari 3 halaman

Impor Barang Konsumsi

Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Bhima menjelaskan bahwa impor barang konsumsi secara tahunan telah tumbuh 32,9 persen. Sebuah sinyal bahwa permintaan domestik lebih baik dari periode yang sama tahun lalu.

"Kalau dibanding desember 2017, penurunannya juga kecil, yakni -1,46 persen (mom). Demand mulai pick up. Harapannya, triwulan 1 ini pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa di atas 5 persen," imbuhnya.

Ketika ditanya mengenai proyeksi neraca perdagangan Indonesia di bulan-bulan berikutnya, ia mengakhiri, negara akan mengalami surplus.

"Saya proyeksikan, neraca perdagangan pada maret dan april akan kembali surplus, karena permintaan bahan baku dari negara tujuan ekspor semakin baik," pungkas Bhima.

 

3 dari 3 halaman

Neraca Dagang Januari

Suasana aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China, Thailand.

Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor nonminyak dan gas (migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan US$ 670 juta pada Januari 2018.

"Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta tapi terkoreksi dengan ada defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018," kata Suhariyanto Kamis 15 Februari 2018.

Ia menambahkan, neraca perdagangan Indonesia juga alami defisit sejak Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia alami defisit US$ 0,27 miliar yang dipicu defisit sektor migas US$ 1,04 miliar. Namun neraca perdagangan sektor nonmigas surplus US$ 0,77 miliar. Suhariyanto mengharapkan defisit tidak terjadi pada Februari.

"Kami harap ini tidak terjadi lagi pada bulan berikutnya sehingga neraca perdagangan surplus," lanjut Suhariyanto.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya