Pasokan Gas Petronas Tak Sesuai, PGN Tagih Kompensasi

Kondisi penurunan gas belum bisa dikatakan kahar atau force majeure.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Feb 2018, 20:47 WIB
Petugas memasang instalasi Gaslink PGN di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (9/10). Gaslink merupakan inovasi PGN memperluas pemanfaatan gas bumi ke masyarakat, salah satunya melalui pendistribusian gas tanpa melalui pipa (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pasokan gas dari lapangan minyak dan gas bumi (migas) yang dioperatori Petronas Carigali Muriah Ltd ke PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) tidak sesuai kesepakatan. Oleh sebab itu PGN menagih kompensasi sebesar US$ 30,3 juta.

Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Dilo Seno Widagdo mengungkapkan, PGN dan Petronas telah sepakat melakukan jual beli gas sebesar 116 juta kaki kubik (mmscfd). Namun kesepakatan volume pasokan gas dalam kontrak tersebut tidak tercapai.

"Supply yang tak pernah tercapai, dalam hal ini Petronas yang sampai hari ini belum bisa menyelsaikan tanggung jawab sesuai perjanjian," kata Dilo, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta‎, Senin (12/2/2018).

Dalam kesepakatan terebut tercantum ketentuan, jika pasokan gas berada di level 104 mmscfd maka Petronas harus membayar kompensasi ship or pay.

Kompensasi tersebut terhitung dari 2016 sebesar US$ 8,8 juta dan 2017 sebesar US$ 21,5 juta.

Untuk diketahui, pada 2016 pasokan g‎as Petronas dari lapangan migas Kepodang hanya90,37 mmscfd, sedangkan pada 2017 mengalami penurunan menjadi 75,64 mmscd.

"Kewajiban minimum belum dibayar, US$ 8,8 juta tahun 2016. Serta US$ 21,5 juta 2017," ucap Dilo.

 

2 dari 2 halaman

Force Majeure

Petugas mengecek instalasi pipa metering regulating station PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk di PT Lion Metal Works di Jakarta, (28/10/2015). Sektor Industri kini mulai mengkonversi dari bahan bakar minyak ke gas alam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

‎Menurut Dilo, kondisi penurunan gas tersebut belum bisa dikatakan kahar atau force majeure. Pasalnya, force majeure harus diakui oleh pihak lain.

Selain itu juga harus melalui verifikasi dari pihak ketiga dan kajian dari LEMIGAS Kementerian ESDM, kemudian diputuskan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu.

‎"Untuk masalah force majeure, bahwa sesuai kesepakatan, itu salah satu pihak boleh menyatakan force majeure tapi harus bisa diteirma oleh pihak lainnya. Untuk itu perlu dilakukan verifikasi dalam hal ini oleh pihak ketiga yang ditunjuk," ‎tutupnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya