Mengapa Pernikahan Brondong-Wanita Matang Hanya Seumur Jagung?

Banyak sekali pernikahan wanita yang menikah dengan brondong, usianya tak bertahan lama. Simak apa yang jadi biang keroknya?

oleh Doddy Irawan diperbarui 09 Jan 2018, 18:00 WIB
Bercinta akan terasa lebih menyenangkan juga mengairahkan jika dilakukan pada waktu berikut ini.

Liputan6.com, Jakarta Terkadang cinta memang buta. Ya, cinta tak mengenal status sosial maupun perbedaan usia. Buktinya banyak pria muda atau brondong yang hatinya lebih tertambat pada wanita lebih tua. Apakah pernikahan mereka langgeng atau hanya seumur jagung?

Menurut Dr. M.M. Nilam Widyarini, M.Si, ada beberapa alasan brondong bisa luluh oleh wanita yang dewasa secara usia. Dalam sebuah wawancara, psikolog klinis ini menerangkan bahwa wanita lebih tua lebih mampu mengontrol emosinya. Di balik itu, kelemahannya pun ada. Wanita terbiasa independen, sehingga sisi romantisnya kurang peka, jelasnya.

Pernikahan brondong dan wanita lebih tua bisa bahagia dan bisa juga berujung derita. Banyak perjalanan rumah tangga mereka yang justru kandas di tengah jalan. Perceraian pun tak mampu terelakkan.

 

Simak juga video menarik berikut:

 

2 dari 3 halaman

Butuh pengertian dan menerima apa adanya

Membuat hati istri berbunga-bunga tidak harus lewat materi namun cukup dengan kalimat romantis yang diucapkan setiap hari.

Penulis buku Relasi Orangtua dan Anak, Kunci Pengembangan Diri, dan Membangun Hubungan Antar Manusia itu menyatakan bahwa antara suami dan istri harus menerima apa adanya dan menggali keunikan masing-masing.

"Itu dia, bagaimanapun pernikahan semestinya adalah persekutuan dua pribadi yang saling memberi dan menerima. Mereka berproses bersama untuk makin matang, makin menemukan keunikan pribadi satu sama lain sehingga tambah saling mengerti dan mendukung," terang Nilam saat dihubungi Health-Liputan6.com, ditulis Selasa (9/1/2018).  

Agar bisa berkembang, dibutuhkan kesiapan untuk menerima pasangan apa adanya, tanpa kehilangan dorongan untuk membangun. 

Nilam melanjutkan bahwa ada faktor yang akhirnya bikin salah satu pihak menjadi baper.

"Kalau tanpa sadar salah satu menjadikan yang lain sebagai objek untuk pemenuhan kebutuhan, termasuk kebutuhan psikis, dan terus demikian karena tidak sadar menjadikan pasangan sebagai objek pemuas kebutuhan, maka akan menghasilkan kekecewaan," ucap Ketua Program Magister Psikologi Profesi di Universitas Gunadarma tersebut.  

 

3 dari 3 halaman

Konflik yang menjadi muara perceraian

Nia Daniaty dan Farhat Abbas. Persoalan mantan pasutri ini masih belum selesai meski telah bercerai. Pada 10 Agustus 2015 Farhat mengajukan gugatan harta gono-gini terhadap Nia. (Andy Masela-Deki Prayoga/Bintang.com)

Dalam beberapa kasus, Nilam menemui bahwa brondong membutuhkan istri sebagai representasi dari ibunya. 

"Demikian pula, bila pria menikahi istri yang lebih tua terutama karena kebutuhan untuk melanjutkan kenikmatan kasih sayang ibu, tentunya justru akan kecewa. Mengapa? Karena bagaimanapun istri juga memiliki kebutuhan kasih sayang dan rasa aman yang diharapkan diperoleh dari suami," kata doktor jebolan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada tersebut. 

Lalu, bagaimana jika sang istri tak dapat memenuhi ekspektasi suaminya?

"Bila suami menuntut istrinya berperilaku seperti ibunya, yang selalu melindungi dan memberi rasa aman kepadanya, tentu istri tak dapat memenuhi. Bila hal seperti ini tidak disadari, tentu terus berkembang menjadi sumber konflik," Nilam mengungkap alasannya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya