PARA Syndicate: Kasus Korupsi Setya Novanto, Sejarah Terburuk DPR

Disebutkan, saat ini tidak ada kebanggaan rakyat terhadap partai politik dan parlemen.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 16 Des 2017, 01:02 WIB
Terdakwa korupsi proyek E-KTP Setya Novanto memejamkan mata saat mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12). Sidang mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU KPK setelah mengalami skors. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti senior lembaga kajian independen PARA Syndicate, FS Swantoro, menilai saat ini tidak ada kebanggaan dari rakyat terhadap para anggota parlemen atau wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurutnya, citra DPR di mata masyarakat semakin memburuk.

"Sekarang ini yang justru memprihatinkan kita semua tidak ada kebanggaan dari rakyat terhadap partai politik dan parlemen kita," ujar Swantoro dalam diskusi bertema "2018: Tahun Erupsi Politik" di kantor PARA Syndicate, Jalan Wijaya Timur 3 Nomor 22, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (15 /12 /2017).

"Hampir tidak ada produk yang dilakukan oleh parlemen maupun partai politik yang bisa menjadi kebanggaan bagi rakyat," lanjutnya.

Ia pun mengambil contoh kasus mega skandal korupsi e-KTP yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Dia mengatakan, hal tersebut menjadi sejarah DPR yang buruk di Indonesia selama ini. Ia pun berharap tidak lagi terjadi kejadian serupa ke depannya.

"DPR ini sangat fenomenal. Mantan Ketua DPR Setya Novanto terjerat korupsi. Dalam sejarah Indonesia, ini sejarah yang paling hitam dalam konteks penyelenggara negara yang melakukan penyimpangan hukum yaitu korupsi," ucap Swantoro.

 

2 dari 2 halaman

Parlemen Tak Berdaya

Suasana rapat Paripurna ke 14 di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin (11/12). Rapat Paripurna tersebut membahas beberapa angenda salah satunya Pembacaan pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurutnya, pasca kejadian tersebut seharusnya jadi pelajaran bagi setiap partai politik ke depannya untuk lebih mengontrol sepak terjang para kadernya di DPR. Apalagi jika ada kadernya terbukti melakukan korupsi, bukan malah dibela mati-matian

"Yang terlihat sekarang ketidakberdayaan partai politik terhadap wakilnya di parlemen, karena sebagian dari pengurus partai politik menjadi anggota legislatif atau menjabat di pemerintahan," tukas Swantoro.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya