BI Targetkan Penggunaan Rupiah di Ekspor-Impor Terus Meningkat

Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan local currency settlement framework dengan Bank Sentral Thailand dan Malaysia pada Senin ini.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Des 2017, 14:45 WIB
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan local currency settlement framework dengan Bank Sentral Thailand dan Malaysia pada Senin ini. Dengan adanya fasilitas baru ini, diharapkan mampu mengurangi gejolak mata uang masing-masing negara dari pengaruh dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, saat ini kegiatan ekspor dunia usaha di Indonesia 94 persen masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS), sedangkan untuk transaksi impor masih ada 78 persen yang menggunakan dolar AS.

Jika dilihat dari nilai perdagangan Indoensia dengan dua negara, dengan Malaysia, dari 2010-2016 setidaknya sudah mencapai US$ 19,5 miliar dan dengan Thailand mencapai US$ 15 miliar.

"Jadi kita harapkan 3-5 tahun yang akan datang jumlah transaksi yang menggunakan mata uang lokal dalam bertransaksi antar ke tiga negara bisa naik 3 kali lipat," kata Agus di Gedung Bank Indonesia, Selasa (11/12/2017).

Mencermati dari neraca transaksi perdagangan dengan Thailand dan Malaysia, dikatakan Agus, saat ini memiliki posisi yang berbeda.

Dengan Thailand, neraca transkasi perdagangan masih defisit. Dengan kata lain Indonesia lebumih banyak impor produk sari Thailand daripada Indonesia mengekspor dari Thailand.

Sedangkan dengan Malaysia, justru neraca transaksi perdagangan Indonesia mengalami surplus, dimana lebih banyak Indonesia ekspor ke Malaysia dari pada impornya.

"Dengan kata lain, kalau dengan Malaysia ini seharusnya kalau transaksi menggunakan mata uang lokal, kita bisa mendapat lebih banyak devisa valas," tegasnya.

Tidak hanya itu, dengam semakin banyaknya pengusaha yang menggunakan fasilitas local currency settlement framework ini, nantinya stabilitas kawasan Asean juga lebih terjaga dari sentimen Amerika Serikat.

Dengan demikian, saat ini ada tiga negara yang menjadi mitra Indonesia dalam penerapan local currency settlement ini. Selain Malaysia dan Thailand, Indonesia terlebih dahulu menjalin kerjasama dengan Tiongkok.

"Tentunya kita akan tambah kerjasama ini dengan negara lain. Kita sedang lihat 10 besar negara mitra dagang Indonesia," tutup Agus.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Nota kesepahaman

Untuk diketahui,  Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), dan Bank of Thailand (BOT) meluncurkan local currency settlement framework pada hari ini (11/12) di Jakarta.

Peluncuran framework tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman bilateral antara Bank Indonesia dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand untuk pembentukan kerangka kerja sama guna mendorong penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal (local currency settlement -LCS) pada 23 December 2016.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menjelaskan, inisiatif ini merupakan upaya berkelanjutan untuk mendorong penggunaan mata uang rupiah, ringgit dan baht secara lebih luas dalam transaksi perdagangan dan investasi antara ketiga negara.

"Tentu dengan adanya local currency satlment framework ini diharapkan diversifikasi mata uang yang digunakan untuk ekspor impor bisa lebih beragam dan apabila diversifikasi perdagangan lebih bragam akan menimbulkan stabilitas lebuh baik bagi sistem keluangan Indonesia," kata Agus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya