Pertumbuhan Penduduk Tak Terkontrol Menimbulkan Masalah Pangan

Tingginya pertambahan jumlah penduduk Indonesia menjadi masalah bagi penyediaan pangan di Tanah Air.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 22 Nov 2017, 16:01 WIB
Tingginya pertambahan jumlah penduduk Indonesia menjadi masalah bagi penyedian pangan di Tanah Air.

Liputan6.com, Padang Tingginya pertambahan jumlah penduduk Indonesia menjadi masalah bagi penyedian pangan di Tanah Air. Otomatis hal itu membuat perubahan pola dan tingkat penyediaan serta konsumsi pangan, termasuk akses pangan. 

“Dengan tingginya pertambahan jumlah penduduk ini. Tentunya membutuhkan strategi dalam mengatasi persoalan pangan,” ucap Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba dalam rangka Pengawasan UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan di Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Padang, Selasa (20/11).

Parlindungan juga menilai selama ini Indonesia mengandalkan impor pangan dari luar. Memang, impor beras itu diperbolehkan dimana cadangan nasional tidak mencukipi. “Tapi sampai kapan kita harus impor,” ujar dia.

Parlindungan Purba mengatakan pemerintah membutuhkan strategi khusus dalam menghadapi persoalan pangan akibat pertumbuhan penduduk.

Menurutnya ada beberapa persoalan pangan di Indonesia. Pertama, tentang konsep kedaulatan pangan dan ketahanan yang seolah ‘digabung’ dalam UU Pangan. Padahal keduanya memiliki konsep yang berbeda.

“Masalahnya, konsep ketahanan pangan tidak mempersoalkan dari mana pangan tersebut dihasilkan atau dengan cara apa pangan tersebut dihasilkan,” tukas senator asal Sumatera Barat itu.

Persoalan Kedua, lanjutnya, masih karut-marutnya data pangan yang tersedia di Indonesia. Pada tahun 2016 lalu, terdapat perbedaan data konsumsi beras antara Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS).

“Pemerintah menyatakan angka konsumsi 139,15 kg per kapita per tahun, sedangkan prognosa BKP 124,89 kg per kapita per tahun. Hal ini menyebabkan kebijakan antarkementerian tidak terkordinasi dengan baik,” tutur Parlindungan.

Sementara itu, Kepala Dinas Pangan Provinsi Efendi menjelaskan untuk  jumlah produksi bawang merah di Sumbar terbesar se-Sumatera. Namun harga bawang merah sering bergejolak.

“Ternyata 4 bulan lalu mengalami penurunan harga yang drastis. Sehingga petani bawang mengalami keresahan,” tegasnya.

Efendi menambahkan di Sumbar juga kebanjiran bawang merah dan cabai dari Jawa Tengah. Pasalnya, harga bawang dan cabai lebih murah dibandingkan dari Sumbar. “Akibatnya petani kita mengalami kerugian,” tutur dia.

Dikempatan yang sama, Senator asal Sumbar Emma Yohanna mengusulkan Bulog menyiapkan dua storage atau control atmosphere storage (CAS). Hal itu tentunya untuk mengatasi banjirnya bawang dan cabai Sumbar. “Storage ini bisa membantu untuk tiga bulan kedepan. Disaat cadangan di Sumbar. Cadangan ini bisa dikeluarkan,” paparnya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya