Menanti Revolusi Timnas Italia

Timnas Italia gagal lolos ke Piala Dunia 2018.

oleh Jonathan Pandapotan Purba diperbarui 14 Nov 2017, 17:15 WIB
Kiper Italia, Gianluigi Buffon dipeluk rekan setimnya, Leonardo Bonucci usai menjamu Swedia pada play off zona Eropa di Stadion San Siro, Selasa (14/11). Buffon tak bisa menahan air matanya setelah timnya gagal lolos ke Piala Dunia 2018. (AP/Luca Bruno)

Liputan6.com, Milan - Apa yang paling ditakutkan rakyat Italia akhirnya terjadi juga. Gli Azzurri, julukan Timnas Italia, gagal lolos ke Piala Dunia 2018. Ini adalah momen paling memalukan dalam sejarah sepak bola Negeri Pisa.

Pelatih Timnas Italia, Giampiero Ventura, adalah sasaran kritik dan hal ini dapat dimengerti. Ventura hanyalah 'pelatih ecek-ecek' dan penunjukannya pada 2014 lalu juga membuat orang bertanya-tanya.

Sejatinya, Italia punya banyak pelatih kelas dunia. Musim lalu, tiga dari lima liga terbesar di Eropa dimenangkan oleh pelatih Italia. Mulai dari Massimiliano Allegri (Serie A), Antonio Conte (Premier League) dan Carlo Ancelotti (Bundesliga).

Lebih hebat lagi, empat pelatih Italia telah sukses memenangkan Premier League (kompetisi paling bergengsi) dalam tujuh tahun terakhir.

Giampiero Ventura (AFP/Jack Guez)

Namun anehnya, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) malah memilih pelatih uzur (Ventura, 69 tahun), yang belum pernah menangani klub besar selama empat dekade, dan hanya memenangkan gelar Serie C dan Serie D.

Lalu, bagaimana mungkin ini terjadi? Ternyata, Ventura memiliki kedekatan dengan Presiden FIGC, Carlo Tavecchio (70 tahun). Nama terakhir adalah sosok rasis di Italia yang menyebut pemain Lazio, Joseph Minala: "Dia makan pisang dan sekarang jadi pemain utama Lazio".

Bukannya dihukum gara-gara ucapan rasisnya itu, Tavecchio malah terpilih lagi jadi Presiden FIGC pada 2014. Ia juga dibela oleh sahabatnya, Adriano Galliani (mantan CEO AC Milan) yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Serie A.

Galliani menyebut ucapan Tavecchio itu hanyalah gurauan. Pembelaan Galliani tak aneh, karena keduanya memang satu geng.

2 dari 3 halaman

Butuh Revolusi

Carlo Tavecchio (ALBERTO LINGRIA / AFP)

Yang jelas, sepak bola Italia perlu revolusi. Dinosaurus seperti Tavecchio dan Ventura tak boleh lagi memegang jabatan penting. Gara-gara mereka, sepak bola Italia berantakan. Banyak stadion kosong dan tindakan rasis dari fans juga tak diganjar hukuman.

Pemain-pemain muda Italia juga tak berkembang. Lihat saja klub-klub terbesar Serie A saat ini. Napoli yang kalah 1-2 dari Manchester City di Liga Champions, hanya memainkan satu starter orang Italia.

Bahkan Juventus, yang selalu identik dengan Gli Azzurri, hanya memainkan tiga pemain asli Italia saat menghadapi Sporting. Itu pun semua yang sudah tua seperti Gianluigi Buffon (39 tahun), Andrea Barzagli (36) dan Giorgio Chiellini (33).

3 dari 3 halaman

Regenerasi Terhambat

Timnas Italia (AP Photo/Luca Bruno)

Ketika Timnas Italia lolos ke Piala Dunia 1998, penyerang yang mereka bawa adalah Roberto Baggio, Alessandro Del Piero, Christian Vieri, Filippo Inzaghi dan Enrico Chiesa. Nama-nama yang gagal masuk tim adalah: Gianfranco Zola, Roberto Mancini, Francesco Totti, Giuseppe Signori, Fabrizio Ravanelli, Vincenzo Montella, Pierluigi Casiraghi dan Paolo Di Canio.

20 tahun kemudian, lini depan Italia diisi Eder (pemain cadangan Inter Milan) dan Manolo Gabbiadini, bomber yang sedang terpuruk di Southampton. Gli Azzurri hanya bisa menggantungkan harapan kepada Ciro Immobile, yang sudah terbukti gagal bermain di klub besar.

Gli Azzurri harus melakukan revolusi jika mereka ingin bangkit. Dan itu bisa dimulai dengan menyingkirkan orang-orang tak kredibel seperti Tavecchio dan Ventura.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya