Pimpinan Pastikan Status Tersangka Setnov Tak Ganggu Kinerja DPR

Alasannya, kata Agus, kerja pimpinan DPR itu kolektif kolegial atau bersama-sama.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 13 Nov 2017, 12:22 WIB
Ketua DPR Setya Novanto bersama Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Fadli Zon dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/7). Setnov menghargai keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan kinerja dewan tidak akan terganggu dengan status tersangka Ketua DPR Setya Novanto. Alasannya, kerja pimpinan DPR itu kolektif kolegial atau bersama-sama.

"Keputusan dewan, keputusan pimpinan adalah kolektif kolegial, sehingga kalau hanya salah satu pimpinan itu berhalangan tentunya kinerja dewan tidak akan terpengaruh,” ujar Agus di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (13/11/2017).

Jadi, kata dia, kinerja dewan tetap seperti apa yang telah ditetapkan karena masih memenuhi kuorum, dan kuorum itu adalah resmi.

"Kuorum itu adalah sah karena sudah sesuai dengan batasan yang dikehendaki oleh undang-undang,” ucapnya.

Yang penting, sambung Agus, para Wakil Ketua DPR lainnya masih tetap bisa bekerja seperti biasa.

“Kan minimal dua pimpinan, dan untuk rapat pimpinan minimal tiga orang. Sehingga apabila kuorum itu terpenuhi, semuanya akan berjalan sesuai dengan apa yang kita tentukan,” jelas Agus Hermanto.

2 dari 2 halaman

Rugikan Negara Rp 2,3 Triliun

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus megakorupsi KTP elektronik. Status tersebut diumumkan pada Jumat 10 November 2017 lalu di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.

"Setelah proses penyelidikan dan ada bukti permulaan cukup, kemudian pimpinan KPK, penyelidik, penyidik, dan penuntut umum melakukan gelar perkara pada 28 Oktober KPK menerbitkan sprindik atas nama tersangka SN, sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari total paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

Saksikan vidio pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya