Wiranto: Kita Netralisir Jika Ada Indikasi Radikalisme di Depok

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, radikalisme di Tanah Air tidak boleh dibiarkan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 03 Nov 2017, 06:27 WIB
Menko Polhukam Wiranto (tengah) memberi keterangan usai rapat di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (6/10). Dalam kesempatan itu turut hadir Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan serta Menhan Ryamizard Ryacudu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, tidak ada toleransi terhadap ancaman radikalisme. Pihaknya siap menetralisasi, di mana pun lokasinya.

"Kalau kita bicara radikalisme, kita tidak harus pilih kasih. Enggak harus pikir panjang lebar, kalau radikalisme di mana saja pusatnya kita netralisir," kata dia di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis 2 November 2017.

"Jika memang benar, kita atasi," Wiranto melanjutkan.

Menurut Wiranto, radikalisme di Tanah Air tidak boleh dibiarkan. Perlunya bukti sahih wajib dihadirkan, agar tidak ada hoaks atau berita bohong berkembang dan penegak hukum bisa langsung menindak.

"Radikalisme tidak boleh hadir. Di mana saja, tentukan dengan bukti yang sah, agar tidak jadi isu dipelintir. Jadi aparat polisi (bisa) mengatasi itu," Wiranto menandaskan.

Temuan radikalisme belakangan muncul, usai Peneliti Setara Institute Sudarto mengemukakan hasil risetnya sepanjang Juli hingga Oktober 2017. Riset tersebut menunjukkan ada rumah ibadah di Depok, Jawa Barat, terindikasi menyebarkan ajaran radikalisme.

2 dari 2 halaman

Mahasiswa-Pelajar Terdoktrin Radikalisme

Paham radikal mulai merasuk kalangan muda, khususnya mahasiswa dan pelajar. Survei Mata Air Fondation dan Alvara Research Center menunjukkan 23,4 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah.

"Penetrasi ajaran intoleran sudah masuk di kalangan pelajar, kemudian diperkuat saat menjadi mahasiswa melalui kajian-kajian di kampus," ujar CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, dalam pemaparannya di Jakarta, Selasa 31 Oktober 2017.

Menurut dia, pelajar dan mahasiswa masih dalam masa pencarian jati diri. Oleh karena itu, mereka masih rentan terhadap doktrin radikalisme dan intoleransi.

"Pelajar SMA dan mahasiswa adalah masa pencarian jati diri yang rentan terhadap apa pun, termasuk ajaran intoleransi dan radikalisme. Pelajar dan mahasiswa nantinya akan menyuplai tenaga kerja di sektor-sektor strategis negara," kata Hasanuddin.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya