Penjelasan BPS Soal Rincian Kenaikan UMP 2018

Formula angka yang dikeluarkan oleh BPS tersebut hanya mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah (PP).

oleh Septian Deny diperbarui 01 Nov 2017, 14:00 WIB
Demo buruh digelar dalam rangka peringatan hari Hak Azasi Manusia (HAM) dan untuk menolak kenaikan harga BBM serta menuntut kenaikan UMP, Jakarta, Rabu (10/12/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menetapkan kenaikan upah minumum provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen. Angka tersebut berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, angka inflasi berasal dari inflasi tahun ke tahun pada September 2017 yang sebesar 3,72 persen.

"Bahwa angka UMP itu naik berdasarkan angka inflasi bulan September. Angka inflasinya tidak jauh dari angka BPS yang kita rilis bulan lalu bahwa dia 3,72 persen," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Rabu (1/11/2017).‎

Sementara angka pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,99 persen berasal merupakan akumulasi dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2016 hingga kuartal II 2017.

"Kemudian angka pertumbuhan ekonominya bukan angka year on year tapi angka pertumbuhan kumulatif kuartal III 2016 sampai kuartal II 2017. Jadi angka inflasi ditambah angka pertumbuhan kumulatif itu lah yang menghasilkan 8,71 persen," kata dia.‎

Suhariyanto juga menegaskan, formula angka yang dikeluarkan oleh BPS tersebut hanya mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Kesepakatan di dalam aturan tersebut adalah kita menyadari pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah itu fluktuasi. Inflasi, ada beberapa daerah mengalami deflasi. Jadi kesepakatannya adalah yang dipakai adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Landasan hukum

Untuk diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kemnaker tanggal 13 Oktober 2017, dengan Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017.

Besaran kenaikan tersebut merupakan ‎total penjumlahan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi sesuai dengan formula kenaikan upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)‎ Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2018 bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) sesuai dengan Surat Kepala BPS RI Nomor B-188/BPS/1000/10/2017 tanggal 11 Oktober 2017," dikutip dari Surat Edaran Kemnekar yang diterima Liputan6.com.

Dalam Surat Kepala BPS tersebut, menetapkan inflasi nasional sebesar 3,72 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) sebesar 4,99 persen. Maka jika kedua komponen tersebut dijumlahkan menjadi sebesar 8,71 persen.

Sedangkan formula untuk menghitung besaran UMP 2018 yaitu besaran UMP 2017 ditambah dengan hasil perkalian antara besaran UMP 2017 x (tingkat infasi+pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 2 PP Nomor 78 Tahun 2015‎.

Dengan demikian, besaran UMP 2018 di masing-masing provinsi yaitu UMP 2017‎ + (UMP 2017 x 8,71 persen). ‎Sebagai contoh, untuk DKI Jakarta, kenaikan UMP-nya yaitu besaran UMP 2017 Rp 3.355.750 x 8,71 persen yaitu Rp 292.285. Dengan demikian besaran UMP 2018 jika mengikuti PP Nomor 78 Tahun 2015 yaitu Rp 3.355.750 + Rp 292.285 yaitu Rp 3.648.035.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya