Gelar Freedom of Oxford untuk Aung San Suu Kyi Dicopot

Foto Suu Kyi di Universitas Oxford dan gelar Freedom of City dicopot karena dia dianggap tutup mata terhadap krisis Rohingya.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 05 Okt 2017, 08:42 WIB
Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto dan State Counsellor Myanmar (AP Photo/Aung Shine Oo, File)

Liputan6.com, Oxford - Pada pekan lalu, Oxford memutuskan untuk mencopot foto Aung San Suu Kyi. Tindakan itu diambil di tengah tensi tinggi krisis kemanusiaan Rohingya yang tak jua berhenti.

Menurut surat kabar kampus The Swan, foto putri Jenderal Aung San yang terpajang di pintu masuk St. Hugh College Oxford University itu dicopot dan dipindahkan ke "lokasi yang aman". Pencopotan itu juga bertepatan dengan awal semester perkuliahan kampus.

Sebagai gantinya, lukisan seniman Jepang, Yoshihiro Takada, dipasang untuk mengisi kekosongan sudut dinding bekas terpajangnya foto Suu Kyi.

Tak lama setelah foto itu dicopot, Dewan Kota Oxford membatalkan pengadaan Suu Kyi's Freedom of the City, penghargaan tertinggi yang diberikan oleh dewan kota kepada masyarakat yang dianggap telah memberikan kontribusi positif bagi komunitas.

Pemimpin de facto Myanmar yang menyelesaikan gelar sarjana di Universitas Oxford itu, mendapat kehormatan pada 1997 atas "perjuangan untuk demokrasi".

Namun Dewan Kota Oxford memilih dengan suara bulat untuk mendukung sebuah mosi yang mengatakan bahwa "tidak pantas lagi" merayakan Suu Kyi, yang mendapat kecaman keras karena tidak bertindak dalam menghadapi kekejaman terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Myanmar, Rakhine. Demikian seperti dikutip dari The Independent pada Kamis (5/10/2017).

Lebih dari 500.000 orang telah melarikan diri melintasi perbatasan Myanmar ke Bangladesh sejak akhir Agustus.

Dalam sebuah pidato yang mengusulkan mosi tersebut, anggota dewan lokal dan anggota Partai Buruh, Mary Clarkson, mengatakan bahwa reputasi Oxford ternoda karena menghormati orang-orang yang menutup mata terhadap kekerasan. 

"Sementara PBB menyebut situasinya sebagai 'contoh buku teks tentang pembersihan etnis', Aung San Suu Kyi membantah adanya pembersihan etnis dan menolak banyak klaim kekerasan seksual terhadap wanita Rohingya dengan menyebut 'pemerkosaan palsu'," lanjut Clarkson.

Dalam sebuah pidato di akhir September yang merupakan pernyataan publik pertamanya mengenai krisis Rohingya , Suu Kyi mengecam semua pelanggaran hak asasi manusia dan berjanji menghukum pelaku.

Tapi dia tidak menanggapi tuduhan pembersihan etnis dan tidak mengkritik tindakan tentara. Oleh direktur Amnesty International untuk wilayah tersebut, James Gomez, pidato Suu Kyi digambarkan tak lebih dari campuran ketidakbenaran dan menyalahkan korban".

Penghargaan Freedom of the City yang serupa yang diberikan kepada Suu Kyi, juga sedang dipertimbangkan untuk ditarik oleh dewan kota Sheffield di utara Inggris. Hal itu dilakukan setelah warga mengajukan sebuah petisi pada bulan lalu. 

Penghargaan tersebut kemungkinan akan ditinjau oleh anggota dewan bulan ini.

Sementara itu, Unison, serikat pekerja terbesar kedua Inggris, bulan lalu mengumumkan akan menangguhkan keanggotaan kehormatan kepada Suu Kyi.

Tak hanya itu, tebih dari 400.000 orang telah membuat petisis memita Suu Kyi untuk dicopot dari Hadiah Nobel Perdamaiannya. Namun, Komite Nobel mengatakan bahwa tidak mungkin mencabut sebuah penghargaan setelah diberikan.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya