OTT Dianggap Indikator Kepercayaan Publik pada KPK

Sementara, politikus PPP Arsul Sani menilai apa yang dilakukan KPK justru menghilangnya fungsi pencegahan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 23 Sep 2017, 12:25 WIB
Ilustrasi (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah bentuk kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah itu.

"Ada OTT indikator itu kepercayaan publik kepada KPK, dan indikator ketidakpercayaan dengan aparat hukum setempat," ucap Fickar dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/9/2017).

Di tempat yang sama, politikus PPP Arsul Sani justru menilai berbeda. Dia mengatakan apa yang dilakukan KPK justru menghilangnya fungsi pencegahan.

"Itu justru fungsi pencegahan KPK tidak berjalan," kata dia.

Menurut Arsul, hal ini bukan meminta lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu berhenti menangkap tangan kepala daerah atau koruptor. Akan tetapi, harus ada lebih sistematis.

"Ini bukan untuk meminta KPK berhenti. Silakan saja OTT, tapi harus TSM (terstruktur, sistematis, massif). Tunjukkan dengan kasus-kasus yang besar," kata dia.

Sementara, peneliti ICW Tama S Langkun menuturkan, pencegahan sudah berjalan. Namun, bukan hanya dilakukan KPK, melainkan juga seluruh lembaga penegak hukum.

"Omong kosong kalau fungsi pencegahan berjalan jika lembaga lain tidak bekerja. KPK bisa enggak mengawasi Indonesia? Kan tidak didesain seperti ini. Maka perlu penguatan lembaga-lembaga negara. Inspektorat yang dianggap lemah, harus diubah paradigmanya," tandas Tama.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

OTT Kepala Daerah

KPK beberapa bulan terakhir ini gencar melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah. Hampir tiap pekan komisi antikorupsi ini menangkap kepala daerah.

Pada Juni 2017, misalnya, KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, dan menyusul penangkapan Bupati Pamekasan Achmad Syafii pada Agustus 2017.

Pada bulan yang sama, KPK juga menangkap Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno. Medio September 2017, lembaga antirasuah juga mengamankan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen.

Selang beberapa hari kemudian, KPK kembali melakukan OTT dan menangkap Wali Kota Batu Eddy Rumpoko. Kasus teranyar adalah OTT Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi.

Secara keseluruhan, data KPK sejak 2004 hingga Juni 2017 menyebutkan, ada 78 kepala derah yang berurusan dengan KPK. Rinciannya, 18 gubernur dan 60 wali kota atau bupati dan wakilnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya