Pansus Angket Sebut Agus Rahardjo Menyimpang Saat Jadi Ketua LKPP

Pimpinan KPK Agus Rahardjo disebut terindikasi korupsi saat menjabat Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 20 Sep 2017, 21:26 WIB
Anggota Pansus Hak Angket KPK, Arteria Dahlan (kedua kanan) memberi keterangan pers di Jakarta, Senin (20/9). Pansus Hak Angket KPK membeberkan temuan terkait pengadaan alat berat yang diduga dilakukan Ketua KPK Agus Rahardjo. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pansus Hak Angket KPK kembali 'menyerang' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kini giliran Pimpinan KPK Agus Rahardjo disebut terindikasi korupsi saat menjabat Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

"Kami temukan indikasi penyimpangan di internal LKPP yang saat itu pimpinannya adalah Agus Rahardjo," ujar anggota Pansus Hak Angket KPK Arteria Dahlan dalam konferensi pers di Hotel Santika, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (20/9/2017).

Menurut temuan investigasi Pansus, Agus diduga bermain dalam kasus korupsi pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan pada Dinas Bina Marga di Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2015.

"Proyek ini bernilai transaksi Rp 36, 1 miliar, padahal nilainya hanya Rp 22,4 miliar, kerugian negara 60 persen lebih, bayangkan," tegas Arteria.

Penelusuran Tim Pansus mengklaim ada penyalahgunaan kewenangan Pimpinan LKPP yang saat itu dijabat Agus Rahardjo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Modus

"Pimpinan LKPP terindikasi diduga kuat memerintahkan direktur pengembangan sistem catalog LKPP, untuk melaksanakan e-catalog, untuk memenuhkan persyaratan e-purchashing yang tadi. Jadi transaksi dulu sudah, baru direkayasa administrasi pengadaannya, ini luar biasa," sindir Arteria.

Terkait sumber data temuan ini, Pansus Hak Angket KPK percaya diri semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Mereka pun menunggu KPK hadir dalam undangan Pansus untuk melakukan klarifikasi.

"Bukti dari mana, itu bisa kami pertanggungjawabkan. Kami miliki dokumen materil maupun suporting. Kami tidak takut untuk membuka, tapi dalam forum yang sakral di DPR RI, jadi kami minta KPK untuk hadir klarifikasi menjelaskan," tutup dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya