Pengacara Setya Novanto Pertanyakan Status Penyidik KPK

Pengacaranya, Ida Jaka Mulyana, pun mempertanyakan status penyidik KPK yang masih berstatus aktif sebagai anggota Polri.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 20 Sep 2017, 20:05 WIB
Kuasa Hukum pihak Setya Novanto membacakan materi permohonan pada sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/9). Sidang beragendakan pembacaan materi pihak pemohon. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Setya Novanto melakukan perlawanan atas penetapan status tersangkanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus e-KTP melalui praperadilan. Pengacara Novanto, Ida Jaka Mulyana, mempertanyakan status penyidik KPK yang masih berstatus aktif sebagai anggota Polri.

Menurut dia, status ganda anggota KPK dan masih aktif di Polri bertentangan dengan hukum. Hal tersebut dikatakannya dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).

"Ini tidak sesuai dengan pengangkatan penyidik KPK yang hanya mengakui penyidik Kejaksaan dan Polri sebagai pegawai KPK. Sehingga penyidik termohon tidak sah menurut hukum," kata Jaka.

Pasal 39 ayat (3) UU KPK menyebut, "Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi."

Selain itu, mereka bingung atas tuduhan yang dijatuhkan kepada Setya Novanto. Pasalnya, saat proyek e-KTP bergulir, Setnov masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar, sehingga tidak mungkin memberikan arahan dalam proyek e-KTP.

"Jelas tuduhan tersebut tidak berdasar. Pemohon saat itu merupakan ketua fraksi di DPR dan tidak mungkin memberikan perintah atau memfasilitasi untuk melakukan tindak pidana," ujar Jaka.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Alat Bukti

Setnov melalui kuasa hukumnya, menjelaskan keberatan atas penetapan status tersangka. Salah satu keberatan pihak Setnov yaitu, KPK dianggap tidak memiliki alat bukti dalam penetapan tersangka. Pasalnya, Novanto tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka maupun saksi dalam kasus itu.

Dalam kasus e-KTP, Setya Novanto disebut sebagai pihak yang turut serta dengan tiga terdakwa e-KTP yakni Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong melakukan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun. Bahkan, Setya Novanto disebut menerima bancakan e-KTP sebesar 11 persen atau Rp 574 miliar.

Terkait hal tersebut, Setya Novanto, melalui tim advokasinya mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan. Pengajuan tertanggal 4 September 2017 itu untuk menggugat atas penetapan Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP.

Pengajuan praperadilan tersebut tercatat dengan Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Peradilan ini akan dipimpin oleh hakim Chappy Iskandar.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya