Gerindra: Soal Surat Setnov, Pimpinan DPR Lampaui Kewenangan

Gerindra menyayangkan langkah Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang menandatangani surat permintaan Setnov tersebut ke KPK.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 14 Sep 2017, 06:07 WIB
Tm Pengawas Persiapan Ibadah Haji DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon masih menemukan sejumlah masalah dalam pelaksanaan haji

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut tindakan Pimpinan DPR yang meminta agar KPK menunda penyidikan kasus e-KTP, dengan tersangka Setya Novanto, adalah tindakan yang telah melampaui batas kewenangan sebagai pimpinan lembaga negara.

"Jadi begini, surat ini kalau betul yang dikirim Sekjen DPR untuk Pimpinan kpk, meminta penundaan (pemeriksaan Setnov), menurut saya itu sesuatu yang melampaui kewenangan pimpinan DPR. Pimpinan DPR itu bersifat corong," kata Muzani di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Dia menyayangkan langkah dari Wakil Ketua DPR dari Parta Gerindra Fadli Zon, yang menandatangani surat permintaan tersebut. Muzani pun akan menanyakan secara langsung kepada Fadli terkait surat tersebut.

"Saya mau menanyakan kepada Pak Fadli kenapa tulis surat kayak begituan. Saya mau tanya," ujar Muzani.

Menurut dia, Pimpinan DPR harus menghormati proses penanganan kasus e-KTP yang sedang ditangani oleh KPK. Begitupun dengan KPK, harus menghormati langkah hukum yang sedang ditempuh oleh Setya Novanto melalui proses praperadilan.

"Jadi kami sangat menyayangkan surat itu ke KPK. Harusnya Pimpinan DPR tidak harus melakukan itu sambil harus menghormati keputusan KPK. Dan KPK juga menghormati proses langkah hukum yang sedang Pak Novanto mengajukan praperadilan," tutur Anggota Komisi I DPR RI itu.

2 dari 2 halaman

Surat Setnov ke KPK

Sebelumnya, Ketua DPR Setya Novanto meminta Pimpinan DPR untuk menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemeriksaannya. Novanto berharap agar Pimpinan DPR meminta KPK menunda pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Golkar tersebut hingga praperadilan usai.

Surat permohonan tersebut disampaikan langsung kepada KPK melalui Kepala Biro Kepemimpinan Sekretariat Jenderal DPR Hany Tahapary.

Dalam surat tersebut, disisipkan pula berkas praperadilan yang diajukan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan. Budi ketika itu menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Semua pihak termasuk KPK, kata Hany, menahan diri untuk tidak melakukan pemeriksaan sampai putusan praperadilan keluar. Hal tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum.

Saksikan tayang video menarik berikut ini:

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya